BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Semua anak, khususnya anak sekolah dasar
menampakkan kesenangan belajar dan bahkan mereka ingin mempelajari banyak hal.
Dorongan ingin tahu mereka yang sangat tinggi dapat dilihat dari keinginan
untuk mengeksplorasi lingkungan dengan kemampuan dan dorongan mereka untuk
mengetahui sesuatu dan membuat sesuatu secara kreatif. Mereka senang bermain
boneka, pistol-pistolan dan berbagai macam alat permainan lainnya yang mereka
ciptakan melalui bahan alami seperti daun singkong untuk membuat boneka wayang,
dan dahan pisang untuk membuat pistol-pistolan.Mereka cenderung meniru dan
mencoba apa yang mereka lihat dan ketahui. Mereka memiliki minat yang luas dan
cita-cita yang banyak, walaupun mereka belum menyadari bahwa untuk
mengembangkan minat dan mencapai cita-cita mereka memerlukan pengorbanan dan
kerja keras. Mereka juga belum menyadari perlunya memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta kepribadian yang sesuai dengan tuntutan keinginan mereka.
Anak-anak sangat menyenangi belajar, seperti yang kita ketahui dari pendapat
(Soepartinah, P.S., 1981) bahwa sebenarnya anak-anak dapat dan ingin belajar,
dan lebih dari itu, mereka ingin belajar sebanyak-banyaknya dan sesegera
mungkin.
Oleh karena itu, guru-guru diharapkan dapat
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar kreatif sebanyak dan
selekas mungkin. Caranya adalah dengan membuat situasi belajar yang menarik dan
sekreatif mungkin sehingga anak-anak dapat memiliki keinginan untuk kreatif
seperti yang dilakukan oleh gurunya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang penyusun sajikan diatas, maka disini kami dapat merumuskan
beberapa permasalahan, diantaranya:
1.
Bagaimana ciri-ciri yang menunjukan kepribadian kreatif itu?
3.
Bagaimana peran pendidik dalam mengembangkan kreativitas anak?
4.
Apa saja kendala-kendala dalam mengembangkan kreativitas anak?
5.
Kreatif dalam pandangan islam
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan dari makalah ini, yaitu:
1.
Untuk mengetahui ciri-ciri dari kepribadian yang kreatif.
2.
Untuk mengetahui perkembangan kreativitas anak usia dini.
3.
Untuk mengetahui peran pendidik dalam mengembangkan kreatifitas anak, serta
kendala-kendala yang dihadapi.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kreativitas
Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak
biasa (unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai
persoalan” (Semiawan, 1999: 89)
Selain
dari apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian
kreativitas, maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa
tinjauan yang harus dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji
melalui the Four P’s of Creativity (Person, Product, Process, and Press).
Kreativitas sebagai pribadi (person), kreativitas
itu mencerminkan keunikan individu dalam pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan.
Halini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa kreativitas merupakan ekspresi
tertinggi individualitas manusia.
Kretivitas
sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika karya itu
merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi individu dan
/ atau lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover (1980) bahwa ada
tempat pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang dianggap cukup
representatif oleh sebagian besar para ahli psikologi dalam mendefinisikan
kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah sipat kebaruan (novelty) dan
kegunaan (utility).
Kreativitas
sebagai proses (process) yaitu bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan
kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir. Para ahli yang
merumuskan definisi kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930) dan
Torrance (1974). Spearman (Munandar, 1977) berpendapat bahwa berfikir kreatif
pada dasarnya merupakan proses melihat atau menciptakan hubungan antara proses
sadar dan dibawah sadar. Sementara E. Paul Torrance (Semiawan, 1999: 90)
mendefinisikannya sebagai berikut:
B.
Teori Kreativitas
1. Teori
Psikoanalisis
Menganggap
bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan
manifestasi dari kondisi psikopatologis.
2. Teori
Assosiasionistik
Memandang
kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara
elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.
3. Teori
Gestalt
Memandang
kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap
lingkungannya secara holistik.
4. Teori
Eksistensial
Mengemukakan
bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru melalui
perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam.
Menurut May (1980), dengan teori eksistensial ini, setiap perilaku kreatif
selalu didahului oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan penuh kesadaran antara
manusia dengan dunia sekitarnya.
5. Teori
Interpersonal
Menafsirkan
kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta
(kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui
hasil kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu
karya kreatif. Karena nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial.
6. Teori
Trait
Memberikan
tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik
utama kreativitas.
D. Peningkatan
Kreativitas dalam Sistem Pendidikan
Betapa
pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh
para wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis
Besar Haluan Negara sebagai berikut:
“Sistem
pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang
memerluka jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus
meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen
Penerangan, 1983:60).
Perilaku
kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sisitem
pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif,
di samping pemikiran logis dan penalaran.
C.
Ciri-ciri Kepribadian Kreatif
Biasanya
anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup
mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko
(tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam
melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka
tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak
takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin
tidak disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda,
menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya
diri,keuletan dan ketekunan membuat mereka tidakcepat putus asa dalam
mencapai tujuan mereka.
Thomas
edison (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa ‘Dalam melakukan percobaan ia
mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan
bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa
”genius is 1% inpiration and 99% perpiration”.’
Treffinger
(Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa pribadi yan'g kreatif biasanya lebih
teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka
telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah
yang mungkin timbul dan implikasinya.
Tingkat
energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar sering biasa sering tampak
pada orang kreatif; demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas
yang baru dan mengasyikan, misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau
menjajagi kota atau tempat baru
Siswa berbakat kreatif biasanya
mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut
tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau
kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Ciri yang lebih serius pada orang
berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi,
merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari keberadaan
mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukan perhatian pada masalah orang
dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang
dapat yang mereka amati di dalam masyarakat.
Ciri kreatif lainnya ialah
kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius.
Misalnya kecendrungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering
memiliki pengalaman indra ke enam atau kejadian mistis.
Minat seni dan keindahan juga lebih kuat
dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman,
tetapi mereka memiliki minat yang cukup besar terhadap seni, satra,
musik, dan teater.
Sedemikian jauh, tampak seolah pribadi
yang kreatif itu ideal. Namun, ada juga karekteristik dari siswa kreatif
yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak
penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru. Anak kreatif bisa juga bersifat
tidak koperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh
terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi
atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran,
dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.
Bagaimana pandangan di indonesia tentang
ciri-ciri pribadi yang kreatif dan ciri-ciri yang diinginkan pendidik pada
anak? Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok
pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:
1.
Imajinatif
2.
Mempunyai prakarsa
3.
Mempunyai minat luas
4. Mandiri
dalam berfikir
5. Melit
6. Senang
berpetualang
7. Penuh
energi
8. Percaya
diri
9.
Bersedia mengambil risiko
10. Berani dalam pendirian dan
keyakinan.
Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat
ciri siswa yang paling diinginkan oleh guru sekolah dasar dan sekolah menengah
(102 orang):
1. Penuh
energi
2.
Mempunyai prakarsa
3. Percaya
diri
4. Sopan
5. Rajin
6.
Melaksanakan pekerjaan pada waktunya
7. Sehat
8. Berani
dalam berpendapat
9.
Mempunyai ingatan baik
10. Ulet
Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak
banyak kesamaan antara ciri-ciri pribadi yang kreatif menurut pakar
psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada siswa.
Belajar bagaimana harus menyadari bahwa
belajar (learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan semata-mata.
Anak yang tahu bagaimana harus belajar untuk seumur hidupnya akan dapat
menentukan sendiri apa yang harus dipelajari.
Macam kegiatan belajar yang lebih
berorientasi kepada proses daripada terhadap produk semata-mata dapat dilihat
dari contoh-contoh berikut ini.
–
Pemecahan masalah dengan lebih
menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada jawabannya sendiri.
–
Membuat klasifikasi (penggolongan).
–
Membandingkan dan mempertentangkan.
–
Membuat pertimbangan sesuai dengan
criteria tertentu.
–
Menggunakan sumber-sumber (kamus,
ensiklopedi, perpustakaan).
–
Melakukan proyek penelitian.
–
Melakukan diskusi.
–
Membuat perencanaan kegiatan.
–
Mengevaluasi pengalaman.
Kreativitas
Dalam Perspektif (Psikologi) Islam
Mengacu pada beberapa definisi yang
dikemukakan para ahli di atas. Kreativitas sebenarnya memiliki sifat ilmiah,
dan ketika kita berpikir ilmiah, berarti ada orisinilitas di dalamnya.
Disamping bersifat ilmiah, kreativitas juga merupakan sesuatu yang khas pada
setiap individu.
Ahli kretivitas Conny Semiawan dkk
(Nashori & Mucharram: 34-35) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah potensi
yang pada dasarnya dimiliki setiap orang dalam derajat dan tingkatan yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat Asiah (2007: 27) dalam Jurnal Komunitas yang mengatakan bahwa
masyarakat pada dasarnya memiliki potensi untuk berkembang. Asiah, lebih
lanjut, mengutip pendapat Piaget dalam bukunya Sund tahun 1976 yang mengatakan
bahwa kemampuan operasi berpikir manusia ditentukan oleh kemampuan manusia itu
sendiri untuk mengasimilasi atau mengadaptasikan lingkungan dalam pikirannya.
Dalam terminologi lain, maka kemampuan berpikir kreatif manusia ini ditentukan
oleh dua komponen, pertama, kemampuannnya menangkap gejala, kedua, kemampuannya
untuk mengkonsepsikan gejala itu menjadi suatu pengertian umum. Namun potensi
berpikir kreatif ini tidak berkembang apabila manusia tidak memanfaatkan
kesempatannya itu.
Kedua pandangan di atas, rupanya sudah
dijelaskan secara mendetail di dalam al Qur’an sebagaimana dikutip oleh
ahli-ahli agama Islam seperti Quraish Shihab (Nashori & Mucharram, 2002:
36) yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk unik (khalqan akhar).
“….Kemudian Kami jadikan dia (manusia) makhluk yang unik. Maka Maha Sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al Mu’min [23]: 12-14).
Adapun penyebab kreativitas tidak dapat
berkembang secara optimal adalah karena seseorang terlalu dibiasakan untuk
berpikir secara tertib dan dihalangi oleh kemungkinannya untuk merespon dan
memecahkan persoalan secara bebas. Dengan berpikir tertib semacam ini, maka
seseorang dibiasakan mengikuti pola bersikap dan berperilaku sebagaimana pola kebiasaan
yang dikembangkan oleh masyarakat atau lingkungannya (Nashori & Mucharram,
2002: 26 ; Diana, 1999: 6).
Berkenaan dengan kebiasaan berpikir
tertib, agama dipandang oleh sementara orang mempunyai peranan terhadap
rendahnya kreativitas manusia. Agama dipandang sangat menekankan ketaatan
seseorang kepada norma-norma. Sehingga, karena kebiasaan berpikir dan bertindak
berdasarkan norma-norma itulah semangat atau niatan untuk berkreasi menjadi
terhambat. Pandangan ini dinilai oleh pendapat lain sebagai pandangan yang
tidak mengenal esensi agama. Menurut pendapat terakhir ini, agama diciptakan
Tuhan agar kehidupan manusia menjadi lebih baik. Islam misalnya, dilahirkan
agar menjadi petunjuk bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Mereka mengakui
bahwa agama mengajarkan norma-norma, tapi norma itu bukan berarti membatasi
kreativitas manusia. Agama justru yang mendorong manusia untuk berpikir dan
bertindak kreatif (Nashori & Mucharram, 2002: 27; Diana, 1999: 6). Oleh
karenanya maka Allah swt selalu mendorong manusia untuk berpikir.
“Demikianlah, Alah menerangkan kepadamu
ayat-ayat –Nya, agar kamu berpikir” (QS. Al Baqarah [2]: 219)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa
sebenarnya Islam pun dalam hal kekreativitasan memberikan kelapangan pada
umatnya untuk berkreasi dengan akal pikirannya dan dengan hati nuraninya
(qalbunya) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup di dalamnya. Bahkan,
tidak hanya cukup sampai di sini, dalam al Qur’an sendiri pun tercatat lebih
dari 640 ayat yang mendorong pembacanya untuk berpikir kreatif (Madhi, 2009:
16). Dalam agama Islam dikatakan bahwa Tuhan hanya akan mengubah nasib manusia
jika manusia mau melakukan usaha untuk memperbaikinya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah
nasib suatu kaum, sampai mereka sendiri mengubah dirinya.” (QS. Ar Ra’du [13]:
11)
Islam sebagai sebuah keyakinan yang
bersumber dari al Qur’an dan al Hadits dianggap oleh beberapa kalangan sebagai
agama yang tradisional, terbelakang, dan kaku. Pendapat ini dikemukakan oleh
kalangan pemikir barat yang tidak mengetahui perkembangan sejarah Islam. Jika
kita melihat pada masa silam, Islam banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar
yang tidak hanya sekedar memiliki inteligensi tinggi, tapi juga memiliki
kreativitas yang tinggi. Sebut saja Ibnu Sina, Salman al Farisi, dan para
sahabat lain yang menggunakan pemikiran kreatifnya dalam mengembangkan
pengetahuan di bidang mereka masing-masing (Utami, dkk., 2009: 6).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seperti
yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki
minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan
remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka
lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak
pada umumnya. Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi,
dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk
bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Mengenai
perkembangan kreativitasnya, Arasteh (Hurlock, 1982) mencoba untuk
mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi perkembangan kreativitas pada usia
mereka. Pertama, pada usia 5–6 tahun ketika anak-anak siap memasuki
sekolah, mereka belajar bahwa meraka harus menerima otoritas dan konformis
dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa ( orangtua dan guru).
Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk diterima sebagai
anggota gang mencapai puncaknya.
B.
Saran
Berdasarkan
kenyataan dilapangan, kita dapat menemukan beberapa pengajar yang masih kurang
memperhatikan pengembangan kreativitas anak didiknya, maka dari itu kita
sebagai calon-calon pendidik masa depan harus mempersiapkan sejak dini
rencana-rencana pengajaran yang merujuk pada pengembangan kreativitas anak-anak
didik dengan berbagai teori dan peran-perannya yang telah penulis ungkapkan
pada makalah ini demi kemajuan kreativitas anak-anak bangsa dimasa yang akan
datang.
0 komentar
Post a Comment