Sunday 25 October 2015

MAKALAH PENTINGNYA BERKREATIVITAS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Semua anak, khususnya anak sekolah dasar menampakkan kesenangan belajar dan bahkan mereka ingin mempelajari banyak hal. Dorongan ingin tahu mereka yang sangat tinggi dapat dilihat dari keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan dengan kemampuan dan dorongan mereka untuk mengetahui sesuatu dan membuat sesuatu secara kreatif. Mereka senang bermain boneka, pistol-pistolan dan berbagai macam alat permainan lainnya yang mereka ciptakan melalui bahan alami seperti daun singkong untuk membuat boneka wayang, dan dahan pisang untuk membuat pistol-pistolan.Mereka cenderung meniru dan mencoba apa yang mereka lihat dan ketahui. Mereka memiliki minat yang luas dan cita-cita yang banyak, walaupun mereka belum menyadari bahwa untuk mengembangkan minat dan mencapai cita-cita mereka memerlukan pengorbanan dan kerja keras. Mereka juga belum menyadari perlunya memiliki pengetahuan dan keterampilan serta kepribadian yang sesuai dengan tuntutan keinginan mereka. Anak-anak sangat menyenangi belajar, seperti yang kita ketahui dari pendapat (Soepartinah, P.S., 1981) bahwa sebenarnya anak-anak dapat dan ingin belajar, dan lebih dari itu, mereka ingin belajar sebanyak-banyaknya dan sesegera mungkin.
Oleh karena itu, guru-guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar kreatif sebanyak dan selekas mungkin. Caranya adalah dengan membuat situasi belajar yang menarik dan sekreatif mungkin sehingga anak-anak dapat memiliki keinginan untuk kreatif seperti yang dilakukan oleh gurunya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penyusun sajikan diatas, maka disini kami dapat merumuskan beberapa  permasalahan, diantaranya:
1.      Bagaimana ciri-ciri yang menunjukan kepribadian kreatif itu?
3.      Bagaimana peran pendidik dalam mengembangkan kreativitas anak?
4.      Apa saja kendala-kendala dalam mengembangkan kreativitas anak?
5. Kreatif dalam pandangan islam

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini, yaitu:
1.      Untuk mengetahui ciri-ciri dari kepribadian yang kreatif.
2.      Untuk mengetahui perkembangan kreativitas anak usia dini.
3.      Untuk mengetahui peran pendidik dalam mengembangkan kreatifitas anak, serta kendala-kendala yang dihadapi.




BAB II
LANDASAN TEORI


A.    Pengertian Kreativitas

Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan” (Semiawan, 1999: 89)
Selain dari apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian kreativitas, maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa tinjauan yang harus dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji melalui the Four P’s of Creativity (Person, Product, Process, and Press).
Kreativitas sebagai pribadi (person), kreativitas itu mencerminkan keunikan individu dalam pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan. Halini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa kreativitas merupakan ekspresi tertinggi individualitas manusia.
Kretivitas sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika karya itu merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi individu dan / atau lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover (1980) bahwa ada tempat pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang dianggap cukup representatif oleh sebagian besar para ahli psikologi dalam mendefinisikan kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah sipat kebaruan (novelty) dan kegunaan (utility).
Kreativitas sebagai proses (process) yaitu bersibuk diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir. Para ahli yang merumuskan definisi kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930) dan Torrance (1974). Spearman (Munandar, 1977) berpendapat bahwa berfikir kreatif pada dasarnya merupakan proses melihat atau menciptakan hubungan antara proses sadar dan dibawah sadar.  Sementara E. Paul Torrance (Semiawan, 1999: 90) mendefinisikannya sebagai berikut:

B. Teori Kreativitas
1.      Teori Psikoanalisis
Menganggap bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan manifestasi dari  kondisi psikopatologis.
2.      Teori Assosiasionistik
Memandang kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.
3.      Teori Gestalt
Memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap lingkungannya secara holistik.
4.      Teori Eksistensial
Mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. Menurut May (1980), dengan teori eksistensial ini, setiap perilaku kreatif selalu didahului oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan penuh kesadaran antara manusia dengan dunia sekitarnya.
5.      Teori Interpersonal
Menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta (kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu karya kreatif. Karena nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial.
6.      Teori Trait
Memberikan tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik utama kreativitas.

D.    Peningkatan Kreativitas dalam Sistem Pendidikan
Betapa pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai berikut:
“Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang yang memerluka jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen Penerangan, 1983:60).
Perilaku kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sisitem pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping pemikiran logis dan penalaran.

C.     Ciri-ciri Kepribadian Kreatif
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dasn disukai , mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan dari orang lain. Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui oleh orang lain. Orang yang inovatif berani untuk berbeda, menonjol, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya diri,keuletan dan ketekunan membuat mereka tidakcepat putus asa dalam  mencapai tujuan mereka.
Thomas edison (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa ‘Dalam melakukan percobaan ia mengalami kegagalan lebih dari 200 kali, sebelum ia berhasil dengan penemuan bola lampu yang bermakna bagi seluruh umat manusia; ia mengungkapkan bahwa ”genius is 1% inpiration and 99% perpiration”.’
Treffinger (Munandar, 2004: 35) mengatakan bahwa pribadi yan'g kreatif biasanya lebih teroganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan maslah yang mungkin timbul dan implikasinya.
Tingkat energi, spontanitas, dan kepetualangan yang luar sering biasa sering tampak pada orang kreatif; demikian pula keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyikan, misalnya untuk menghipnotis, terjun payung, atau menjajagi kota atau tempat baru
Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Ciri yang lebih serius pada orang berbakat ialah ciri seperti idealisme, kecenderungan untuk melakukan refleksi, merenungkan peran dan tujuan hidup, serta makna atau arti dari keberadaan mereka. Anak berbakat lebih cepat menunjukan perhatian pada masalah orang dewasa, seperti politik, ekonomi, polusi, kriminalitas, dan masalah lain yang dapat yang mereka amati di dalam masyarakat.
Ciri  kreatif lainnya ialah kecenderungan untuk lebih tertarik pada hal-hal yang rumit dan misterius. Misalnya kecendrungan untuk percaya pada yang paranormal. Mereka lebih sering memiliki pengalaman indra ke enam atau kejadian mistis.
Minat seni dan keindahan juga lebih kuat dari rata-rata. Walaupun tidak semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka memiliki minat yang cukup  besar terhadap seni, satra, musik, dan teater.
Sedemikian jauh, tampak seolah pribadi yang kreatif itu ideal. Namun, ada juga karekteristik dari siswa  kreatif yang mandiri, percaya diri, ingin tahu, penuh semangat, cerdik, tetapi tidak penurut, hal ini dapat memusingkan kepala guru. Anak kreatif bisa juga bersifat tidak koperatif, egosentris, terlalu asertif, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap aturan, keras kepala, emosional, menarik diri, dan menolak dominasi atau otoritas guru. Ciri-ciri tersebut membutuhkan pengertian dan kesadaran, dalam beberapa kasus membutuhkan koreksi dan pengarahan.

Bagaimana pandangan di indonesia tentang ciri-ciri pribadi yang kreatif dan ciri-ciri yang diinginkan pendidik pada anak? Peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai berikut:
1.      Imajinatif
2.      Mempunyai prakarsa
3.      Mempunyai minat luas
4.      Mandiri dalam berfikir
5.      Melit
6.      Senang berpetualang
7.      Penuh energi
8.      Percaya diri
9.      Bersedia mengambil risiko
10.  Berani dalam pendirian dan keyakinan.

Bandingkan ciri-ciri tersebut dengan peringkat ciri siswa yang paling diinginkan oleh guru sekolah dasar dan sekolah menengah (102 orang):
1.      Penuh energi
2.      Mempunyai prakarsa
3.      Percaya diri
4.      Sopan
5.      Rajin
6.      Melaksanakan pekerjaan pada waktunya
7.      Sehat
8.      Berani dalam berpendapat
9.      Mempunyai ingatan baik
10.  Ulet

Dari daftar ciri-ciri ini tidak tampak banyak kesamaan antara ciri-ciri  pribadi yang kreatif menurut pakar psikologi dengan ciri-ciri yang diinginkan oleh guru pada siswa.
Belajar bagaimana harus menyadari bahwa belajar (learn) lebih penting daripada menguasai bahan pengetahuan semata-mata. Anak yang tahu bagaimana harus belajar untuk seumur hidupnya akan dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari.
Macam kegiatan belajar yang lebih berorientasi kepada proses daripada terhadap produk semata-mata dapat dilihat dari contoh-contoh berikut ini.
             Pemecahan masalah dengan lebih menekankan pada proses memperoleh jawaban daripada jawabannya sendiri.
             Membuat klasifikasi (penggolongan).
             Membandingkan dan mempertentangkan.
             Membuat pertimbangan sesuai dengan criteria tertentu.
             Menggunakan sumber-sumber (kamus, ensiklopedi, perpustakaan).
             Melakukan proyek penelitian.
             Melakukan diskusi.
             Membuat perencanaan kegiatan.
             Mengevaluasi pengalaman.

Kreativitas Dalam Perspektif (Psikologi) Islam


Mengacu pada beberapa definisi yang dikemukakan para ahli di atas. Kreativitas sebenarnya memiliki sifat ilmiah, dan ketika kita berpikir ilmiah, berarti ada orisinilitas di dalamnya. Disamping bersifat ilmiah, kreativitas juga merupakan sesuatu yang khas pada setiap individu.

Ahli kretivitas Conny Semiawan dkk (Nashori & Mucharram: 34-35) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah potensi yang pada dasarnya dimiliki setiap orang dalam derajat dan tingkatan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Asiah (2007: 27) dalam Jurnal Komunitas yang mengatakan bahwa masyarakat pada dasarnya memiliki potensi untuk berkembang. Asiah, lebih lanjut, mengutip pendapat Piaget dalam bukunya Sund tahun 1976 yang mengatakan bahwa kemampuan operasi berpikir manusia ditentukan oleh kemampuan manusia itu sendiri untuk mengasimilasi atau mengadaptasikan lingkungan dalam pikirannya. Dalam terminologi lain, maka kemampuan berpikir kreatif manusia ini ditentukan oleh dua komponen, pertama, kemampuannnya menangkap gejala, kedua, kemampuannya untuk mengkonsepsikan gejala itu menjadi suatu pengertian umum. Namun potensi berpikir kreatif ini tidak berkembang apabila manusia tidak memanfaatkan kesempatannya itu.

Kedua pandangan di atas, rupanya sudah dijelaskan secara mendetail di dalam al Qur’an sebagaimana dikutip oleh ahli-ahli agama Islam seperti Quraish Shihab (Nashori & Mucharram, 2002: 36) yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk unik (khalqan akhar). “….Kemudian Kami jadikan dia (manusia) makhluk yang unik. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al Mu’min [23]: 12-14).


Adapun penyebab kreativitas tidak dapat berkembang secara optimal adalah karena seseorang terlalu dibiasakan untuk berpikir secara tertib dan dihalangi oleh kemungkinannya untuk merespon dan memecahkan persoalan secara bebas. Dengan berpikir tertib semacam ini, maka seseorang dibiasakan mengikuti pola bersikap dan berperilaku sebagaimana pola kebiasaan yang dikembangkan oleh masyarakat atau lingkungannya (Nashori & Mucharram, 2002: 26 ; Diana, 1999: 6).

Berkenaan dengan kebiasaan berpikir tertib, agama dipandang oleh sementara orang mempunyai peranan terhadap rendahnya kreativitas manusia. Agama dipandang sangat menekankan ketaatan seseorang kepada norma-norma. Sehingga, karena kebiasaan berpikir dan bertindak berdasarkan norma-norma itulah semangat atau niatan untuk berkreasi menjadi terhambat. Pandangan ini dinilai oleh pendapat lain sebagai pandangan yang tidak mengenal esensi agama. Menurut pendapat terakhir ini, agama diciptakan Tuhan agar kehidupan manusia menjadi lebih baik. Islam misalnya, dilahirkan agar menjadi petunjuk bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Mereka mengakui bahwa agama mengajarkan norma-norma, tapi norma itu bukan berarti membatasi kreativitas manusia. Agama justru yang mendorong manusia untuk berpikir dan bertindak kreatif (Nashori & Mucharram, 2002: 27; Diana, 1999: 6). Oleh karenanya maka Allah swt selalu mendorong manusia untuk berpikir.

“Demikianlah, Alah menerangkan kepadamu ayat-ayat –Nya, agar kamu berpikir” (QS. Al Baqarah [2]: 219)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa sebenarnya Islam pun dalam hal kekreativitasan memberikan kelapangan pada umatnya untuk berkreasi dengan akal pikirannya dan dengan hati nuraninya (qalbunya) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup di dalamnya. Bahkan, tidak hanya cukup sampai di sini, dalam al Qur’an sendiri pun tercatat lebih dari 640 ayat yang mendorong pembacanya untuk berpikir kreatif (Madhi, 2009: 16). Dalam agama Islam dikatakan bahwa Tuhan hanya akan mengubah nasib manusia jika manusia mau melakukan usaha untuk memperbaikinya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka sendiri mengubah dirinya.” (QS. Ar Ra’du [13]: 11)


Islam sebagai sebuah keyakinan yang bersumber dari al Qur’an dan al Hadits dianggap oleh beberapa kalangan sebagai agama yang tradisional, terbelakang, dan kaku. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan pemikir barat yang tidak mengetahui perkembangan sejarah Islam. Jika kita melihat pada masa silam, Islam banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar yang tidak hanya sekedar memiliki inteligensi tinggi, tapi juga memiliki kreativitas yang tinggi. Sebut saja Ibnu Sina, Salman al Farisi, dan para sahabat lain yang menggunakan pemikiran kreatifnya dalam mengembangkan pengetahuan di bidang mereka masing-masing (Utami, dkk., 2009: 6).



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui, anak-anak yang kreatif biasanya selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada umumnya. Siswa berbakat kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi, dapat melihat masalah dari berbagai sudut tinjau, dan memiliki kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep, atau kemungkinan-kemungkinan yang dikhayalkan.
Mengenai perkembangan kreativitasnya, Arasteh (Hurlock, 1982) mencoba untuk mengidentifikasi sejumlah usia keritis bagi perkembangan kreativitas pada usia mereka.  Pertama, pada usia 5–6 tahun ketika anak-anak siap memasuki sekolah, mereka belajar bahwa meraka harus menerima otoritas dan konformis dengan aturan dan tata tertib yang dibuat orang dewasa ( orangtua dan guru). Kedua, Usia 8 sampai 10 tahun ketika keinginan anak untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncaknya.

B.     Saran

Berdasarkan kenyataan dilapangan, kita dapat menemukan beberapa pengajar yang masih kurang memperhatikan pengembangan kreativitas anak didiknya, maka dari itu kita sebagai calon-calon pendidik masa depan harus mempersiapkan sejak dini rencana-rencana pengajaran yang merujuk pada pengembangan kreativitas anak-anak didik dengan berbagai teori dan peran-perannya yang telah penulis ungkapkan pada makalah ini demi kemajuan kreativitas anak-anak bangsa dimasa yang akan datang.

0 komentar

Post a Comment