SEJARAH DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH DAN MADINAH
A. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW Periode Mekah
1.
Masyarakat Arab Jahiliyah Periode Mekah
Objek
dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab Jahiliyah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Dalam bidang agama, umumnya
masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid, yang
telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti Nabi Adam A.S. Mereka
umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala. Berhala-berhala
yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah = rumah Allah
SWT). Di antara berhala-berhala yang termahsyur bernama: Ma’abi, Hubai,
Khuza’ah, Lata, Uzza dan Manar. Selain itu ada pula sebagian masyarakat Arab
Jahiliyah yang menyembah malaikat dan bintang yang dilakukan kaum Sabi’in.
2.
Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Pengangkatan
Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal 17 Ramadan, 13
tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus di Gua Hira,
waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di Jabal Nur,
beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah.
Muhamad
diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu yang pertama kali yakni Al-Qur’an
Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5. Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam
sejarah Islam dinamakan Nuzul Al-Qur’an.
Menurut
sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula
Surah Al-Mudassir: 1-7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad
berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah
itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun
(610-622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu
berupa Al-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang
diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
3. Ajaran
Islam Periode Mekah
Ajaran
Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut:
a. Keesaan Allah SWT
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
b. Hari Kiamat sebagai hari pembalasan
c. Kesucian jiwa
d. Persaudaraan dan Persatuan
Strategi Dakwah Rasulullah Periode
Mekah
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliyahannya di bidang agama, moral dan hokum, sehingga
menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW dan ajaran
Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi
dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang luhur tersebut
sebagai berikut:
1. Dakwah
secara Sembunyi-sembunyi Selama 3-4 Tahun
Pada masa
dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah SAW menyeru untuk masuk Islam,
orang-orang yang berada di lingkungan rumah tangganya sendiri dan kerabat serta
sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang telah memenuhi seruan dakwah
Rasulullah SAW tersebut adalah: Khadijah binti Khuwailid (istri Rasulullah SAW,
wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu Thalib (saudara sepupu Rasulullah
SAW yang tinggal serumah dengannya), Zaid bin Haritsah (anak angkat Rasulullah
SAW), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat Rasulullah SAW) dan Ummu Aiman
(pengasuh Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Abu Bakar
Ash-Shiddiq juga berdakwah ajaran Islam sehingga ternyata beberapa orang kawan
dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah:
۞
Abdul Amar dari Bani Zuhrah
۞
Abu Ubaidah bin Jarrah dari Bani Haris
۞
Utsman bin Affan
۞
Zubair bin Awam
۞
Sa’ad bin Abu Waqqas
۞
Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang
yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah
disebutkan d atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi
awal).
2. Dakwah
secara terang-terangan
Dakwah
secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni
setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah
26: 214-216.
Tahap-tahap
dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebaga berikut:
- Mengundang kaum kerabat
keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak
agar masuk Islam. Walau banyak yang belum menerima agama Islam, ada 3
orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sudah masuk Islam, tetapi
merahasiakannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib,
dan Zaid bin Haritsah.
- Rasulullah SAW mengumpulkan
para penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di
sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa.
Pada
periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk
Islam dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam pada
tahun ke-6 dari kenabian, sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M).
Rasulullah
SAW menyampaikan seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah.
Sejarah mencatat bahwa penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara
lain:
۞
Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dari kaum Giffar.
۞
Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair terpandang dari kaum Daus.
۞
Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yastrib (Madinah).
Gelombang
pertama tahun 620 M, telah masuk Islam dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6
orang. Gelombang kedua tahun 621 M, sebanyak 13 orang, dan pada gelombang
ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi. Diantaranya Abu Jabir Abdullah bin
Amr, pimpinan kaum Salamah.
Pertemuan
umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi
pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul
Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan
melindungi dan membela Rasulullah SAW. Selain itu, mereka memohon kepada
Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi
Kaum Kafir Quraisy terhadap Dakwah Rasulullah SAW
Prof. Dr.
A. Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan
sebab-sebab kaum Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni:
- Kaum kafir Quraisy, terutama
para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran persamaan hak dan
kedudukan antara semua orang. Mereka mempertahankan tradisi hidup
berkasta-kasta dalam masyarakat. Mereka juga ingin mempertahankan
perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah SAW (Islam) melarangnya.
- Kaum kafir Quraisy menolak
dengan keras ajaran Islam yang adanya kehidupan sesudah mati yakni hidup
di alam kubur dan alam akhirat, karena mereka merasa ngeri dengan siksa
kubur dan azab neraka.
- Kaum kafir Quraisy menilak
ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi
hidupa bermasyarakat warisan leluhur mereka.
- Dan, kaum kafir Quraisy
menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena
Islam melarang menyembah berhala.
Usaha-usaha
kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain:
۞ Para budak yang telah masuk Islam,
seperti: Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya
al-Muammil dan Az-Zanirah, disiksa oleh para pemiliknya (kaum kafir Quraisy) di
luar batas perikemanusiaan.
۞
Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi Muhammad SAW agar permusuhan di
antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat kaum kafir Quraisy menganut Islam
dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat Islam menganut agama kamu kafir
Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap berhala.
Dalam
menghadapi tantangan dari kaum kafir Quraisy, salah satunya Nabi Muhammad SAW
menyuruh 16 orang sahabatnya, termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang
wanita untuk berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu
memberikan jaminan keamanan. Peristiwa hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi
pada tahun 615 M.
Suatu saat
keenam belas orang tersebut kembali ke Mekah, karena menduga keadaan di Mekah
sudah normal dengan masuk Islamnya salah satu kaum kafir Quraisy, yaitu Umar
bin Khattab. Namun, dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal labih
kejam lagi.
Akhirnya,
Rasulullah SAW menyuruh sahabatnya kembali ke Habasyah yang kedua kalinya. Saat
itu, dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Pada tahun
ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan pelindungnya
wafat. Empat hari setelah itu istri Nabi Muhammad SAW juga telah wafat. Dalam
sejarah Islam tahun wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni
(tahun duka cita).
B. Sejarah Dakwah Rasulullah SAW
Periode Madinah
1.
Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah
Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui oleh umat Islam.
Pertama hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai
Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT
dan diridai-Nya.
Arti kedua hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena
di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman, dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yastrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M.
Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke
Yastrib (negeri Islam) adalah:
·
Menyelamatkan
diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman dan kekerasan kaum kafri Quraisy.
Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah
ke Yastrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum Quraisy dengan
maksud untuk membunuhnya.
·
Agar
memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah serta beribadah, sehingga
dapat meningkatkan usaha-usahanya dalam berjihad di jalan Allah SWT, untuk
menegakkan dan meninggikan agama-Nya (Islam)
2.
Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah
Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni
dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijriah sampai dengan
wafatnya Rasulullah SAW, tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijriah.
Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain
ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surat Makiyah dan Hadis periode Mekah,
juga ajaran Islam yang terkandung dalm 25 surat Madaniyah dan hadis periode
Madinah. Adapaun ajaran Islam periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang
masalah sosial kemasyarakatan.
Mengenai
objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah
masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum
masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota
Madinah yang termasuk bangsa Arab dan tidak termasuk bangsa Arab.
Dakwah Rasulullah SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam
(umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang
diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang
bertakwa. Selain itu, Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan
usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk
masyarakat madani di Madinah.
Mengenai
dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan
cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk
Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadarn sendiri. namun tidak
sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka
berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha
melenyapkan agama Isla dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum
kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Setelah ada izin dari Allah SWT untuk berperang, sebagaimana firman-Nya dalam
surah Al-Hajj, 22:39 dan Al-Baqarah, 2:190, maka kemudian Rasulullah SAW dan
para sahabatnya menusun kekuatan untuk menghadapi peperangan dengan orang kafir
yang tidak dapat dihindarkan lagi
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya
itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan
perang, tetapi bertujuan untuk:
- Membela diri, kehormatan, dan
harta.
- Menjamin kelancaran dakwah, dan
memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya.
- Untuk memelihara umat Islam
agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi.
Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu
membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah,
mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap
para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga keluar Jazirah Arabia, maka bangsa
Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuaan mereka akan tersaingi.
Oleh karena itu, bangsa Romawi dan bangsa Persia bertekad untuk menumpas dan
menghancurkan umat Islam dan agamanya. Untuk menghadapi tekad bangsa Romawi
Persia tersebut, Rasulullah SAW dan para pengikutnya tidak tinggal diam
sehingga terjadi peperangan antara umat Islam dan bangsa Romawi, yaitu :
Perang
Mut’ah
Peperangan Mu’tah terjadi sebelah utara lazirah Arab. Pasukan Islam mendapat
kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang mendapat bantuan dari Romawi.
Beberapa pahlawan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu.
Melihat kenyataanyang tidak berimbang ini, Khalid ibn Walid, yang sudah masuk
Islam, mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan
kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah
menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hampir
seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan
diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah
ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena
itu, secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut.
Perang
Tabuk
Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab,
Syria, yang merupakan daerah pendudukan Romawi. Dalam pasukan besar itu
bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachmides.
Untuk menghadapi pasukan Heraklius ini banyak pahlawan Islam yang menyediakan
diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar
pula. Melihat besarnya pasukaDi sini beliau membuat beberapa perjanjian dengan
penduduk setempat. Dengan demikian, daerah perbatasan itu dapat dirangkul ke
dalam barisan Islam. Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti
Rasulullah SAW.
Peperangan lainnya yang dilakukan pada masa Rasulullah SAW seperti:
Perang Badar
Perang Badar yang merupakan perang
antara kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy Mekah terjadi pada
tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak dari serangkaian pertikaian yang terjadi
antara pihak kaum muslimin Madinah dan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini
berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang dilaksanakan Nabi Muhammad SAW
gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri
dari 313 orang dengan perlengkapan senjata sederhana yang terdiri dari pedang,
tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan semangat pasukan
yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Abu Jahal, panglima perang
pihak pasukan Quraisy dan musuh utama Nabi Muhammad SAW sejak awal, tewas dalam
perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi
tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14 yang gugur sebagai syuhada.
Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah SWT (Q.S. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak
senang dengan kemenangan kaum muslimin. Mereka memang tidak pernah sepenuh hati
menerima perjanjian yang dibuat antara mereka dan Nabi Muhammad SAW dalam
Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani
persoalan tawanan perang, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk membebaskan para
tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan masing-masing. Tawanan yang pandai
membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia mengajari orang-orang Islam yang
masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak memiliki kekayaan dan kepandaian
apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar,
Nabi Muhammad SAW mengadakan perjanjian dengan suku Badui yang kuat. Mereka
ingin menjalin hubungan dengan Nabi SAW karenan melihat kekuatan Nabi SAW.
Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Nabi SAW juga
menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan orang-orang
Mekah. Nabi SAW lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan
mereka dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka bersumpah akan
membalas dendam. Pada tahun 3 H, mereka berangkat menuju Madinah membawa tidak
kurang dari 3000 pasukan berkendaraan unta, 200 pasukan berkuda di bawah
pimpinan Khalid ibn Walid, 700 orang di antara mereka memakai baju besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan sekitar 1000
(seribu) orang. Namun, baru saja melewati batas kota, Abdullah ibn Ubay,
seorang munafik dengan 300 orang Yahudi membelot dan kembali ke Madinah. Mereka
melanggar perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun demikian, dengan 700 pasukan yang tertinggal Nabi melanjutkan
perjalanan. Beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua
pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. Pertama-tama, prajurit-prajurit
Islam dapat memukul mundur tentaramusuh yang lebih besar itu. Pasukan berkuda
yang dipimpin oleh Khalid ibn Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah
Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan strategi perang yang jitu, pasukan yang
lebih kecil itu ternyata mampu mengalahkan pasukan yang lebihbesar.
Kemenangan yang sudah diambang pintu ini tiba-tiba gagal karena godaan harta
peninggalan musuh. Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa
menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang
telah diperingatkan Nabi agar tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin
Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang
tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak poranda dan
tak mampu menangkis serangan tersebut. Satu persatu pahlawan Islam gugur,
bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh. Perang ini berakhir dengan70 orang
pejuang Islam syahid di medan laga.
Pengkhianatan Abdullah ibn Ubay dan pasukan Yahudi diganjar dengan tindakan
tegas. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi di Madinah yang berkomplot dengan
Abdullah ibn Ubay, diusir ke luar kota. Kebanyakan mereka mengungsi ke Khaibar.
Sedangkan suku Yahudi lainnya, yaitu Bani Quraizah, Masih tetap di Madinah.
Perang
Khandaq
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini
merupakan perang antara kaum muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah
yang mengungsi ke Khaibar yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu
perang ini juga disebut sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi,
sahabat Rasulullah SAW, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan
di bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai
Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit
tersebut mengepung Madinah dengan mendirikan perkemahan di luar parit hampir
sebulan lamanya. Pengepungan ini cukup membuat masyarakat Madinah menderita
karena hubungan mereka dengan dunia luar menjadi terputus. Suasana kritis itu
diperparah pula oleh pengkhianatan orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani
Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT
menyelamatkan kaum muslimin. Setelah sebulan mengadakan pengepungan, persediaan
makanan pihak sekutu berkurang. Sementara itu pada malam hari angin dan badai
turun dengan amat kencang, menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh
perlengkapan tentara sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan
dan kembali ke negeri masing-masing tanpa suatu hasil.
Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah dijatuhi hukuman mati.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb: 25-26.
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan,
hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Nabi SAW
memimpin langsung sekitar 1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan
suci Ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan
pakaian ihram dan membawa senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk
berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang
terletak beberapa kilometer dari Mekah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum
muslimin masuk ke Mekah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk
berjaga-jaga.
Akhirnya
diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang isinya antara
lain:
1. Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara
kaum Quraisy penduduk Mekah dan umat Islam penuduk Madinah
2. Orang Islam dari kaum Quraisy yang datang kepada umat
Islam, tanpa seizin walinya hendaklah
ditolak oleh umat Islam
3. Kaum Quraisy, tidak akan menolak orang-orang
Islam yang kembali dan bergabung dengan mereka
4. Tiap kabilah yang ingin masuk dalam
persekutuan dengan kaum Quraisy, atau dengan kaum Muslimin dibolehkan dan tidak
akan mendapat rintangan
5. Kaum Muslimin tidak jadi mengerjakan umrah
saat itu, mereka harus kembali ke Madinah, dan boleh mengerjakan umrah di tahun
berikutnya, dengan persyaratan:
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah setelah penduduknya untuk sementara keluar dari kota Mekah
- Kaum Muslimin memasuki kota
Mekah, tidak boleh membawa senjata
- Kaum Muslimin tidak boleh
berada di dalm kota Mekah lebih dari tiga hari-tiga malam.
Tujuan Nabi SAW membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha merebut
dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke daerah-daerah
lain.
Perang
Hunain
Mendengar berita bahwa kaum musyrikin itu akan menyerang umat Islam, Nabi
mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka.
Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan pertempuran
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dengan ditaklukkannya Bani Tsaqif dan Bani
Hawazin, seluruh Jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Rasulullah dan
umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang-gemilang.
Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr, 110: 1-3)
3. Strategi Dakwah Rasulullah SAW Periode
Madinah
Pokok-pokok
pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah SAW periode Madinah adalah:
1. Berdakwah dimulai
dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain meyakini kebenaran
Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang yang
berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara
(metode) melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah
An-Nahl, 16: 12
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi
Rasulullah SAW dan umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Surah Ali
Imran, 3: 10
4. Berdakwah
dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata, bukan dengan untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Usaha-usaha
Rasulullah SAW dalam mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun
Masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW di
Madinah ialah Masjid Quba, yang berjarak ± 5 km, sebelah barata daya Madinah.
Masjid Quba dibangun pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah (20
September 622 M).
Setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah, pada setiap hari
Sabtu, beliau mengunjungi Masjid Quba untuk salat berjamaah dan menyampaikan
dakwah Islam.
Masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya adalah Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini dibangun secara
gotong-royong oleh kaum Muhajirin dan Ansar, yang peletakan batu pertamanya
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan peletakan batu kedua, ketiga, keempat dan
kelima dilaksanakan oleh para sahabat terkemuka yakni: Abu Bakar r.a., Umar bin
Khatab r.a., Utsman bin Affan r.a. dan Ali bin Abu Thalib k.w.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah SAW
adalah sebagai berikut:
- Masjid sebagai sarana pembinaan
umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak
- Masjid merupakan saran ibadah,
khususnya salat lima waktu, salat Jumat, salat Tarawih, salat Idul Fitri,
dan Idul Adha.
- Masjid merupakan tempat belajar
dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber kepada Al-Qur;an dan Hadis
- Masjid sebagai tempat pertemuan
untuk menjalin hubungan persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiah) demi
terwujudnya persatuan
- Menjadikan masjid sebagai
sarana kegiatan sosial. Misalnya sebagai tempat penampungan zakat, infak,
dan sedekah dan menyalurkannya kepada yang berhak menerimanya, terutama
para fakir miskin dan anak-anak yatim terlantar.
- Menjadikan halaman masjid
dengan memasang tenda, sebagai tmpat pengobatan para penderita sakit,
terutama para pejuang Islam yang menderita luka akibat perang melawan
orang-orang kafir. Sejarah mencata adanya seorang perawat wanita terkenal
pada masa Rasulullah SAW yang bernama
“Rafidah” Rasulullah SAW
menjadikan masjid sebagai tempat bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Masalah-masalah yang dimusyawarahkan antara lain: usaha-usaha untuk
memajukan Islam, dan strategi peperangan melawan musuh-musuh Islam agar
memperoleh kemenangan.
b.
Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Ansar
Muhajirin adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk Mekah
yang berhijrah ke Madinah. Ansar adalah para sahabat Rasulullah SAW penduduk
asli Madinah yang memberikan pertolongan kepada kaum Muhajirin.
Rasulullah SAW bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar
bin Khatab tentang mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar, sehingga
terwujud persatuan yang tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang
Muhajrin mencari dan mengangkat seorang dari kalangan Ansar menjadi saudaranya
senasab (seketurunan), dengan niat ikhlas karena Allah SWT. Demikian juga
sebaliknya orang Ansar.
Rasulullah SAW memberi contoh dengan mengajak Ali bin Abu
Thalib sebagai saudaranya. Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dicontoh
oleh seluruh sahabat misalnya:
·
Hamzah bin
Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW, pahlawan Islam yang pemberani bersaudara
dengan Zaid bin Haritsah, mantan hamba sahaya, yang kemudian dijadikan anak
angkat Rasulullah SAW
·
Abu Bakar
ash-Shiddiq, bersaudara dengan Kharizah bin Zaid
·
Umar bin
Khattab bersaudara denga Itban bin Malik al-Khazraji (Ansar)
·
Abdurrahman
bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi (Ansar)
Demikianlah seterusnya setiap orang Muhajirin dan
orang Ansar, termasuk Muhajirin setelah hijrahnya Rasulullah SAW, dipersaudarakan
secara sepasang- sepasang, layaknya seperti saudara senasab.
c. Perjanjian Bantu-Membantu
antara Umat Islam dan Umat Non-Islam
Pada waktu Rasulullah SAW menetap di Madinah, penduduknya
terdiri dari tiga golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani
Nazir dan Bani Quraizah) dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek
kehidupan termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan,
ekonomi dan lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti
dipatuhi oleh kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong
sesama mukmin, bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam,
mereka mestilah berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh
kerajaan Islam Madinah serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah
sama ada Islam atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai
model Negara Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
Rasulullah SAW membuat perjanjian dengan penduduk Madinah
non-Islam dan tertuang dalam Piagam Madinah. Piagam Madinah itu antara lain:
1. Setiap golongan
dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi, keagamaan dan politik.
Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah berhak menjatuhkan
hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan memberi keamanan kepada orang
yang mematuhi peraturan
2. Setiap individu
penduduk Madinah mendapat jaminan kebebasan beragama
3. Seluruh penduduk kota Madinah yang terdiri dari
kaum Muslimin, kaum Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama
mereka hendaknya saling membantu dalam bidang moril dan materiil. Apabila
Madinah diserang musuh, maka seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu
dalam mempertahankan kota Madinah
4. Rasulullah SAW
adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan perselisihan besar
yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah SAW untuk diadili
sebagaimana mestinya
d. Meletakkan Dasar-dasar Politik,
Ekonomi, dan Sosial yang Islami demi Terwujudnya Masyarakat Madani
Islam tidak hanya mengajarkan bidang akidah dan ibadah,
tetapi mengajarkan juga bidang politik, ekonomi, dan sosial, yang kesemuanya
berumber pada Al-Qur’an dan Hadis.
Pada masa Rasulullah, penduduk Madinah mayoritas sudah
beragam Islam, sehingga masyarakat Islam sudah terbentuk, maka adanya
pemerintahan Islam merupakan keharusan. Rasulullah SAW selain sebagai seorang
nabi dan rasul, juga tampil sebagai seorang kepala negara (khalifah).
Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW telah meletakkan dasar
bagi setiap sistem politik Islam, yakni musyawarah. Melalui musyawarah, umat
Islam dapat mengangkat wakil-wakil rakyat dan kepala pemerintahan, serta
membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh seluruh rakyatnya. Dengan
syarat, peraturan-peraturan itu tidak menyimpang dari tuntutan Al-Qur’an dan
Hadis.
Haji Wada’ – Haji Perpisahan Rasulullah SAW
Haji Wada’
dikenal juga dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad Saw. Beliau mengumumkan
niatnya pada 25 Dzulqaidah 10 H atau setahun sebelum beliau wafat. Dari sekian
banyak hikmah dari Haji Wada’ ini adalah pesan kemanusiaan yang terungkap dari
khutbah beliau.
PERSIAPAN KEBERANGKATAN
Imam Muslim meriwayatkan dengan
sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “
”Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.”
”Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.”
Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Rasulullah dan kaum Muslimin
tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut didalamnya, Untuk pertama kalinya pula,
lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi
melakukan perjalanan ke Makkah, dan sekaligus inilah haji terakhir yang
dilakukan oleh Rasulullah. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25
Dzulqadah , Rasulullah disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi
Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak…
Seluruh padang terisi gema suara
mereka yang mengucapkan, “
“Labbaik, Allahumma labaik…
Labbaik, laa syarika laka, ! Aku datang memenuhi panggilanmu, Allahumma, ya
Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu…Labbaik, aku
datang memenuhi panggilan-Mu. Segala puji, kenikmatan, dan kemaharajaan, hanya
bagi-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu… Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu. “
Jabir berkata: “
“Setelah onta yang membawanya
sampai di lapangan besar aku lihat sejauh pandangan mata lautan manusia
mengitari Rasulullah saw, di depan , belakang, sebelah kiri dan kanan beliau.
Rasulullah sendiri berada di hadapan kami dan di saat itu pula beliau menerima
wahyu.”
Hingga hari itu, belum pernah
menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari
100.000 orang, laki-laki dan perempuan dibawah sengatan Matahari yang amat
terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang bergerak
menuju satu arah.
Ada perbedaan pendapat di
kalangan para perawi. Ahlul Madinah berpendapat bahwa Nabi saw melaksanakan
haji ifrad, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa beliau melakukan haji
Qiran.
PERJALANAN SAMPAI DI
MAKKAH
Rasulullah saw memasuki kota
Mekkah dari bagian atas dari jalan Kada‘ hingga tiba di pintu Banu Syaibah.
Ketika melihat Ka‘bah beliau mengucapkan do‘a:
“Ya, Allah tambahkanlah
kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kewibawaan kepada rumah ini. Tambahkanlah
pula kemuliaan, kehormatan, kewibawaan, keagungan dan kebajikan kepada orang
yang mengagungkannya di antara orang-orang yang mengerjakan haji dan umrah.”
Rasulullah saw melaksanakan
ibadah hajinya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada
orang-orang yang menunaikan ibadah haji bersamanya.
KHUTBAH RASULULLAH DI
PADANG ARAFAH
Di Padang Arafah, segala puji
kepada Allah dan shalawat bergema ketika Rasulullah berdiri untuk memulai
khutbah.
“Wahai umat manusia,
dengarkanlah yang akan aku katakan di sini. Mungkin saja setelah tahun ini, aku
tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini, untuk selamanya.”
Mendengar ucapan Rasulullah,
sebagian pengikutnya terheran-heran, sebagian lagi tertunduk sedih, sebagian
lagi terdiam karena penasaran menanti perkataan Rasulullah selanjutnya. Saat
berkumpulnya pengikutnya mengitari Rasulullah di Padang Arafah ini, umat Islam
kemudian mengenalnya dengan peristiwa wuquf. Jadi, tak heran orang yang
menuaikan ibadah wuquf, biasanya terkenang dengan khutbah Rasulullah.
Karena Haji Wada’ disebut juga
Haji Perpisahan atau Terakhir bagi Rasulullah, kaum Muslim yang berada di Arafah
kala itu, begitu seksama mendengar khutbah Rasulullah. Mereka ingin semua pesan
yang disampaikan beliau tercerap dalam hati sanubari sebagai bekal di kemudian
hari. Apalagi Rasulullah dalam kata sambutan khutbahnya mengingatkan dirinya
kemungkinan tak akan bertemu lagi dengan mereka setahun lagi.
Rasulullah berkata,”Tahukah
kalian, bulan apa ini?”
Mereka serentak menjawab, ”Bulan
Haram!” …..
Rasulullah mengulangi lagi
kalimatnya,,,,
“Wahai manusia, dengarkanlah apa
yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi
dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya
darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai
oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian
ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah
tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang
sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi.
Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku
ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits.
Riba jahiliyah tidak berlaku,
dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul
Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi ……
Hai manusia, di negeri kalian
ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan
tetapi masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan
perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama
kalian!….
Hai manusia sesungguhnya menunda
berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah
orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan
pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang
telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.
Sesungguhnya jaman berputar
seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun
adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adlaah bulan-bulan suci. Tiga
bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab
adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban…“
Takutlah Allah dalam
memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah
dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya
kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas
kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan
orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal
itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak
mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka
secara baik.
Maka perhatikanlah perkataanku
itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu
kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.
Wahai manusia, dengarkanlah
taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah
yang berhidung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian.
Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.
Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka.
Wahai manusia, dengarkanlah
perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah
saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah
saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali
yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian
menganiaya diri sendiri …
Ya Allah sudahkah kusampaikan?
Ya Allah sudahkah kusampaikan?
Kalian akan menemui Allah maka
janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul
tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang
tidak hadir, barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung)
lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian
akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?”
Kaum Muslimin menjawab:
“Kami bersaksi bahwa engkau
telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian
seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya,”
Rasulullah saw bersabda: “Ya
Allah, saksikanlah, saksikanlah, saksikanlah”
KEBERANGKATAN RASULULLAH
KE MUZDALIFAH DAN MINA
Nabi saw
tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari
itu Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah.
Seraya memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda: “Wahai
manusia, harap tenang, harap tenang!“.
Kemudian beliau menjama‘ takhir
shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit matahari beliau
berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya
bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan
lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan
kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100 sembelihan. Setelah itu
beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah (ifadhah) lalu shalat dhuhur di
Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang mengambil air
Zamzam lalu bersabda:
“Timbalah wahai banu Abdul
Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama kalian, niscaya aku
menimba bersama kalian.“
Kemudian mereka memberikan
setimba air kepadanya dan beliaupun minum darinya. Akhirnya Nabi saw berangkat
kembali ke Madinah.
BEBERAPA IBRAH YANG BISA
KITA AMBIL DARI HAJI WADA’
Pertama, Bilangan Haji
Rasulullah saw dan Waktu disyari‘atkannya Haji
Para Ulama berselisih pendapat:
Apakah Rasulullah saw pernah melakukan haji di dalam Islam selain pelaksanaan
haji ini?
Turmudzi dan Ibnu Majah
meriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan ibadah haji tiga kali sebelum
hijrahnya ke Madinah. Al Hafidz Ibnu Hajar di dalam Fath-hul Bari berkata:
Pendapat ini didasarkan kepada jumlah kedatangan utusan Anshar yang pergi ke
Aqabah di Mina setelah haji Pertama, mereka datang lalu membuat janji. Kedua,
mereka datang lalu melakukan baiat yang pertama. Ketiga mereka datang lalu
melakukan baiat kedua.
Diantara para Ulama ada yang
meriwayatkan bahwa Nabi saw sebelum Hijrah melakukan haji setiap tahun.
Kendatipun demikian, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban haji ini disyariatkan pada tahun ke 10 Hijri. Sebelum tahun ini haji bukan merupakan kewajiban. Setelah tahun ini Nabi saw tidak pernah melakukan haji selain dari haji tersebut. Oleh karena itu diantara para sahabat banyak yang menamakan haji wada‘ ini dengan Hijjatul Islam atau Hijjatu Rasulillah saw. Imam Muslim menjadikan nama yang terakhir (Hijjatu Rasulillah saw) sebagai judul hadits-hadits mengenai haji Rasulullah saw ini.
Kendatipun demikian, tidak diragukan lagi bahwa kewajiban haji ini disyariatkan pada tahun ke 10 Hijri. Sebelum tahun ini haji bukan merupakan kewajiban. Setelah tahun ini Nabi saw tidak pernah melakukan haji selain dari haji tersebut. Oleh karena itu diantara para sahabat banyak yang menamakan haji wada‘ ini dengan Hijjatul Islam atau Hijjatu Rasulillah saw. Imam Muslim menjadikan nama yang terakhir (Hijjatu Rasulillah saw) sebagai judul hadits-hadits mengenai haji Rasulullah saw ini.
Diantara dalil yang membuktikan
bahwa haji belum diwajibkan sebelum tahun ke-10 Hijri, ialah riwayat ynag
disebutkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai utusan Abdul Qais yang datang
menemui Nabi saw. Di dalam riwayat tersebut diceritakan bahwa mereka berkata
kepada Nabi saw:
“Perintahkan kepada kami dengan
perkara yang tegas yang akan kami lakukan dan kami perintahkan pula kepada
orang-orang di belakang kami, yang dengan itu kami dapat masuk surga.“
Rasulullah saw bersabda: “Aku
perintahkan kalian dengan empat hal dan aku larang kalian dari empat hal
pula.“ Selanjutnya Nabi saw menyebutkan empar perintah tersebut seraya
bersabda: “Aku perintahkan kalian agar beriman kepada Allah, menegakkan shalat
, menunaikan zakat, puasa bulan Ramadhan dan memberikan seperlima dari harta
pampasan.“
Nampaknya Rasulullah saw
menyebutkan soal keimanan kepada Alah hanyalah sebagai tambahan empat perkara
tersebut, karena ia sangat dikenal oleh mereka. Tetapi beliau mengulangi
perintah tersebut untuk menegaskan dan menjelaskan bahwa ia (keimanan)
merupakan asas bagi empat perkara yang disebutkan sesudahnya.
Kedatangan utusan ini (Banu
Abdul Qais) adalah pada tahun ke-9 Hijri. Seandainya haji sudah diwajibkan pada
waktu itu niscaya Nabi saw akan menyebutkannya diantara sejumlah hal yang
diwajibkan kepada mereka.
Kedua: Makna Agung dari
Haji Rasulullah saw
Haji Rasulullah saw ini memiliki
makna yang sangat besar yang berkaitan dengan dakwah Islam kehidupan Nabi saw
dan sistem Islam.
Kaum Muslimin telah belajar dari
Rasulullah saw tentang shalat, puasa, zakat dan segala hal yang berkenaan
dengan peribadatan dan kewajiban mereka. Kini Nabi saw tinggal mengajarkan
kepada mereka manasik dan cara pelaksanaan ibadah haji, setelah tradisi-tradisi
jahiliyah ynag biasa dilakukan pada musim-musim haji itu dihapuskan oleh beliau
bersamaan dengan penghancuran berhala yang ada di dalam baitullah.
Ajakan untuk melaksanakan ibadah
haji ke Baitullah tetap berlaku hingga Hari Kiamat. Ia adalah ajakan Abul
Anbiya, Ibrahim as, berdasarkan perintah dari Allah swt. Tetapi berbagai
penyimpangan jahiliyah dan kesesatan kaum penyembah berhala telah menambahkan
kedalamnya berbagai tradisi yang bathil dan mencampurkannya dengan berbagai
bentuk kekafiran dan kemusyrikan. Kemudian Islam datang untuk membersihkan
segala macam karat dan kotoran yang melekat pada ibadah ini, sehingga menjadi
bersih kembali dan memancarkan cahaya tauhid serta dilakukan atas dasar
ubudiyah secara mutlak kepada Allah.
Oleh sebab itu, Rasulullah saw
mengumumkan kepada semua orang bahwa beliau hendak menunaikan ibadah haji. Dan
karena itu pula, orang-orang datang dari segala penjuru ingin melaksanakan
ibadah haji bersama beliau agar dapat melakukan amalan-amalan ibadah haji
secara benar dan tidak terjerumus melakukan sisa-sisa tradisi jahiliyah.
Nampaknya Nabi saw telah
diberitahu suatu isyarat bahwa tugasnya di muka bumi sudah hampir selesai.
Amanah (dakwah Islam) telah
tersampaikan, bumi jazirah telah penuh dengan tanaman tauhid dan Islam pun
telah menyebar serta menyerbu hati manusia di setiap tempat.
Kaum Muslimin yang pada hari itu
sudah berjumlah banyak yang menyebar di berbagai penjuru sangat merindukan
pertemuan dengan Rasul mereka dan ingin mendapatkan nasehat-nasehat serta
petunjuknya. Demikian pula Rasulullah saw beliau sangat merindukan pertemuan
dengan mereka, terutama dengan lautan manusia yang baru saja masuk Islam dari
berbagai penjuru jazirah Arabia yang belum pernah mendapatkan kesempatan yang
cukup untuk bertemu dengan beliau. Kesempatan yang paling besar dan paling
indah untuk pertemuan tersebut hanyalah didapatkan dalam kesempatan ibadah haji
ke Baitullah dan di padang Arafat. Pertemuan antara Ummat dan Rasulnya di bawah
naungan salah satu syiar Islam yang terbesar. Pertemuan yang menurut pengetahuan
Allah dan ilham Rasul-Nya sebagai pertemuan tausiyah (nasehat) dan wada‘
(perpisahan).
Rasulullah saw juga ingin
bertemu dengan rombongan kaum Muslimin yang datang sebagai hasil jihad selama
23 tahun, guna menyampaikan kepada mereka tentang ajaran Islam dan sistemnya
dalam suatu ungkapan yang singkat tapi padat, dan nasehat yang ringkas tetapi
sarat dengan ungkapan perasaannya dan getaran-getaran cintanya terhadap
ummatnya. Dari wajah-wajah mereka Rasulullah saw ingin melihat potret akan
datang, sehingga semua nasehat dan pesan-pesannya bisa sampai kepada mereka
dari balik tembol-tembok jaman dan dinding-dinding kurun.
Itulah sebagian makna haji
Rasulullah saw: Hijatul Wada‘ (haji perpisahan). Makna ini akan anda saksikan
secara jelas di dalam khutbahnya yang disampaikan di lembah Urnah pada hari
Arafah.
Ketiga : Renungan
Tentang Khutbah Wada‘
Sungguh kalimat-kalimat yang
disampaikan di padang Arafah begitu indah. Beliau bukan saja berbicara kepada
mereka yang hadir di padang Arah tetapi kepada semua generasi dan sejarah
sesudah mereka. Kalimat-kalimat ini disampaikannya setelah beliau menyampaikan
amanah, menasehati Ummat dan berjihad di jalan dakwah selama 23 tahun tanpa
bosan dan jemu. Demi Allah, betapa indahnya saat itu. Saat di mana ribuan kaum
mualaf berhimpun di sekitar Rasulullah saw dengan penuh ketaatan dan
ketundukkan, padahal mereka sebelumnya memusuhi dan memeranginya. Ribuan orang
mualaf yang memenuhi padang Arafah sejauh mata memandang dari berbagai arah itu
menjadi bukti kebenaran firman Allah:
“Sesungguhnya Kami menolong
Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada
hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).“ QS Al-Mukminin : 51
Dan wajah-wajah ummat manusia,
dengarkanlah perkataanku. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu
lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya….“
Dunia terdiam mendengarkan
khutbah beliau. Semuanya hening mendengarkan kalimat perpisahan yang keluar
dari lisan Rasulullah saw, setelah dunia seisinya berbahagia dengan
kehadirannya selama 23 tahun. Kini setelah bertugas melaksanakan perintah Allah
dan menanamkan pohon-pohon keimanan di bumi, beliau mengisyaratkan sebuah
perpisahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini beliau ingin menyampaikan secara
singkat prinsip-prinsip Islam yang dibawanya dan diperjuangkannya selama ini,
dalam ungkapan yang singkat tapi sangat makna.
Subhanallah! Alangkah agung dan
indahnya khutbah ini! Seolah-olah taushiah beliau ini diilhami oleh realitas
berbagai penyelewengan yang akan dilakukan oleh beberapa kaum dari ummatnya
sepanjang jaman, akibat mengikuti orang lain dan meninggalkan cahaya yang akan
diwariskannya kepada mereka.
Sabda beliau:
“Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian, seperti hari dan bulan suci sekarang ini:“
“Wahai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian, seperti hari dan bulan suci sekarang ini:“
Di akhir khutbahnya Rasulullah
saw mengulang sekali lagi wasiat ini dan menegaskan akan pentingnya hal
tersebut, dengan menyatakan:
“Kalian tahu bahwa setiap Muslim
adalah saudara bagi orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah
bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya
kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah
kalian menganiaya diri sendiri. Ya Allah, sudahkan kusampaikan?“
Kitapun sekarang menjawab: “Demi
Allah engkau telah menyampaikannya wahai Rasulullah. Barangkali kita sekarang
ini lebih patut untuk memberikan jawabannya kepadamu wahai Rasulullah. Ya
Allah, beliau telah menyampaikannya! …Kendatipun kami belum sepenuhnya
melaksanakan tanggung jawab tersebut.
Tema kedua dari khutbah beliau: Bukan sekedar tausiah tetapi merupakan qoror
(keputusan) yang diumumkan kepada semua orang, kepada mereka yang hadir di
sekitarnya dan juga kepada ummat-ummat yang akan datang sesudahnya.
Qoror itu berbunyi:
“Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi! Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Riba jahiliyah tidak boleh berlaku lagi.“
“Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi! Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Riba jahiliyah tidak boleh berlaku lagi.“
Apa maknanya yang terkandung di
dalam qoror ini? Ia menegaskan bahwa segala macam hal yang pernah dibanggakan
dan dipraktekkan oleh jahiliyah, diantaranya seperti tradisi fanatisme, kekabilahan,
perbedaan-perbedaan yang didasarkan kepada bahasa, keturunan, dan ras, atau
penghambaan seseorang terhadap sesamanya dan pemerasan (riba), dinyatakan tidak
berlaku lagi. Pada hari ini praktek-praktet jahiliyah itu merupakan barang
busuk yang telah ditanam oleh syariat Allah ke dalam perut bumi.
Praktek-praktet jahiliyah itu dalam kehidupan seorang Muslim pada hari ini
letaknya berada di bawah telapak kaki. Ia adalah najis yang harus dibersihkan
kezhaliman yang harus dilenyapkan.
Tema ketiga dari khutbah beliau: Menyatakan tentang keserasian jaman dengan
nama-nama bulan yang disebutkan, setelah sekian lama dipermainkan oleh
orang-orang Arab di masa jahiliyah dan permulaan Islam.
Tema keempat dari khutbah beliau : Wasiat Rasulullah saw agar berlaku baik
terhadap kaum wanita. Wasiat ini, yang ditegaskan dalam kalimat yang singkat
tapi padat, menghapuskan segala bentuk penganiayaan terhadap kaum wanita dan
memperkokoh jaminan hak-hak asasinya dan kehormatannya sebagai manusia.
Tema kelima dari khutbah beliau: Nabi saw meletakkan semua problematika manusia
di hadapan dua sumber nilai: siapa yang berpegang teduh dengan keduanya maka
dijamin akan terhindar dari segala macam kesengsaraan dan kesesatan.
Tema keenam dari khutbah beliau: Penjelasan Nabi saw tentang hubungan yang
seharusnya dibina antara seorang Hakim (penguasa) atau Khalifah atau Kepala
Negara dan rakyatnya. Ia adalah hubungan ketaatan dari rakyat terhadap
pimpinannya betapapun keturunan, warna kulit, dan bentuk lahiriyahnya selama
dia tetap menjalankan hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Tetapi apabila dia
menyimpan dari keduanya maka tidak ada kewajiban untuk taat kepadanya.
Demi Allah, itu bukan hanya
kesaksian ribuan kaum Muslimin yang pernah berhimpun di sekelilingmu di pada
Arafah wahai Rasulullah! Tetapi itu juga merupakan kesaksian kaum Muslimin di
setiap generasi dan jaman sampai Allah mewariskan bumi seisinya: Kami bersaksi
wahai Rasululllah saw bahwa engkau telah menyampaikan telah menunaikan dan
memberi nasehat. Semoga Allah memberikan balasan kepadamu dengan sebaik-baik
balasan yang diberikan kepada seorang Nabi dari ummatnya.
KISAH WAFATNYA RASULULLAH
SAW.
Pagi
itu….., meski langit telah menguning…burung-burung gurun enggan mengepakkan
sayapnya. Pagi itu…., Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “wahai
umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah
dan cinta kasih-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian Al
Quran dan sunnah.” Barang siapa
mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku akan bersama-sama masuk surga bersamaku.” Khutbah singkat itu
diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah SAW.yang teduh menatap sahabatnya
satu persatu. Abu bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar Dadanya naik
turun menahan napas tangisnya. Usman
menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu
telah datang, saatnya sudah tiba . “ Rasulullah akan meninggalkan kita semua’
desah hati semua sahabat kala itu. Baginda tercinta itu hampir usai menunaikan
tugasnya didunia. Tanda-tanda itu semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan
sigab menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu..
seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu ,
Kalau bisa.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang berbaring lemah. Dengan keningnya berkeringat dan membasahi pelapah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. ‘’Bolehkah saya masuk?’’ tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “ Maafkanlah, ayahku sedang demam.’’ Kata Fatimah yang membalikan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.‘’ Siapakah itu wahai anakku?’ tak tahulah aku ayah. Sepertinya baru sekali ini aku melihatnya.’’ Tutur Fatimah lembut. Lalu , Rasulullah menatap putrinya dengan pandangan yang menggetarkan satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang. “ ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan didunia, Dialah malakul maut.’ Kata Rasulullah. Fatimahpun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri. Tapi Rasulullah menanyakan…, “ kenapa Jibril tidak ikut menyertai?” . kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.” Wahai Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. ‘’ Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu, Semua surga terbuka lebar menanti kedatangannmu.” Kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “ Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril Lagi. “ kabarkan kepadaku…, bagaimana nasib umatku kelak?” ‘’ jangan kawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku; Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya. ‘ kata Jibril.
Detik detik semakin dekat. Saatnya Izrail melakukan tugas , perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh. Urat-urat lehernya menegang. ’’Wahai Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini?’’ lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka . ‘’ Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu wahai Jibril?’’ Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. kemudian malaikat Jibril “ Siapa yang tega , melihat kekasih Allah direnggut ajaL.” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagil. “ya Allah, dasyat sekali maut ini, timpahkan saja saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi, bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya. “ Uushiikumbis shalati, Wa maa malakat aimanuku” ( Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu ). Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Ali kembali mendekatkan telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “ Ummatii, Ummatii, Ummatii” ( Umatku, umatku, umatku) dan pupuslah kembang hidup baginda mulia itu .
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dbunuh kamu berbalik kebelakang ( murtat )?
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang berbaring lemah. Dengan keningnya berkeringat dan membasahi pelapah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. ‘’Bolehkah saya masuk?’’ tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “ Maafkanlah, ayahku sedang demam.’’ Kata Fatimah yang membalikan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.‘’ Siapakah itu wahai anakku?’ tak tahulah aku ayah. Sepertinya baru sekali ini aku melihatnya.’’ Tutur Fatimah lembut. Lalu , Rasulullah menatap putrinya dengan pandangan yang menggetarkan satu-satu bagian wajahnya seolah hendak dikenang. “ ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan didunia, Dialah malakul maut.’ Kata Rasulullah. Fatimahpun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri. Tapi Rasulullah menanyakan…, “ kenapa Jibril tidak ikut menyertai?” . kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.” Wahai Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. ‘’ Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu, Semua surga terbuka lebar menanti kedatangannmu.” Kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “ Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril Lagi. “ kabarkan kepadaku…, bagaimana nasib umatku kelak?” ‘’ jangan kawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku; Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya. ‘ kata Jibril.
Detik detik semakin dekat. Saatnya Izrail melakukan tugas , perlahan ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh. Urat-urat lehernya menegang. ’’Wahai Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini?’’ lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka . ‘’ Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu wahai Jibril?’’ Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. kemudian malaikat Jibril “ Siapa yang tega , melihat kekasih Allah direnggut ajaL.” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagil. “ya Allah, dasyat sekali maut ini, timpahkan saja saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi, bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya. “ Uushiikumbis shalati, Wa maa malakat aimanuku” ( Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu ). Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Ali kembali mendekatkan telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “ Ummatii, Ummatii, Ummatii” ( Umatku, umatku, umatku) dan pupuslah kembang hidup baginda mulia itu .
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dbunuh kamu berbalik kebelakang ( murtat )?
Artinya
:
Barang siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur ( Ali Imran ayat 144).
Barang siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur ( Ali Imran ayat 144).
YAA
NABI SALAAM ‘ALAIKA , YA RASUL SALAAM ‘ALAIKA, YA HABIIB SALAM ‘ALAIKA,
SHOLAWATTULLAH ‘ALAIKA
0 komentar
Post a Comment