KATA PENGANTAR
Puja puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
memberikan limpahan karunia dan rahmatnya kepada kita semua, sehingga pada hari
ini penulis telah menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Pentingnya Berilmu
dalam Pandangan Islam” dengan tepat
waktu.
Adapun kendala dan masalah ketika penulisan makalah ini
dikarenakan kami sebagai penulis masih banyak kurangnya wawasan dan miskin ilmu
yang kami miliki , apabila kami tidak dibantu oleh pihak-pihak yang terkait,
mungkin kami akan mengalami kesulitan dalam penyusunan makalah, maka kiranya
dengan ini izinkan kami mengucapkan rasa terima kasih kami kepada seluruh
pihak-pihak yang telah membantu kami menyelesaikan tugas makalah ini.
Cukup itu kiranya kata pengantar dari kami apabila ada kesalahan
atau kekurangan dalam penulisan silahkan memberikan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan penulisan makalah ini, jika ada benarnya itu semua
datangnya dari Allah swt Yang Maha
Benar. Terimakasih semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.
Pangkah ,
Oktober 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia yang lahir tidak langsung dapat hidup mandiri. Ada beberapa proses yang
harus dilalui. Diantaranya, belajar berbicara, berjalan, berinteraksi dengan
orang lain dan sebagainya. Dengan akal, manusia bisa membedakan hal yang baik
dan yang burruk. Maka akal perlu di didik dalam pendidikan. Agar kemampuan akal
yang luar biasa dapat dikendalikan dengan baik dalam
rambu-rambu kehidupan.
Adapun
dalam proses pendidikan atau pencarian ilmu bisa diperoleh dalam lembaga
pendidikan formal seperti, pondok pesantren, sekolah, mardasah. Atau juga
lembaga pendidikan non formal seperti dalam keluarga. Tidak hanya itu, ilmu
juga dapat diambil melalui pendidikan informal seperti, kursus dan pelatihan.
Sehingga akan terjadi perbedaan antara orang yang berilmu atau berpendidikan,
dengan orang yang tidak berilmu.
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
yaitu guna memenuhi tugas Mata Pelajaran
Akidah Akhlak , dan juga menambah pengetahuan penulis tentang “Pentingnya Berilmu”.
C.
Rumusan Masalah
rumusan masalah dalam penulisana
Makalah yang berjudul “ Pentingnya Berilmu “ adalaha sebagai berikut :
1. Apa definisi Ilmu ?
2. Apa Kedudukan llmu dalam Islam ?
3. Apa pentinya ilmu ?
4. Dalil Naqli yang menjelaskan tentang
keharusan menuntut ilmu
5. Perbedaan antara orang berilmu dan
tidak berilmu
BAB II
LANDASAN TEORI
Akhlak Terpuji Pada Diri Sendiri “ Berilmu ”
Manusia yang lahir tidak langsung dapat hidup mandiri. Ada beberapa proses yang
harus dilalui. Diantaranya, belajar berbicara, berjalan, berinteraksi dengan
orang lain dan sebagainya. Dengan akal, manusia bisa membedakan hal yang baik
dan yang burruk. Maka akal perlu di didik dalam pendidikan. Agar kemampuan akal
yang luar biasa dapat dikendalikan dengan baik dalam
rambu-rambu kehidupan.
Adapun
dalam proses pendidikan atau pencarian ilmu bisa diperoleh dalam lembaga
pendidikan formal seperti, pondok pesantren, sekolah, mardasah. Atau juga
lembaga pendidikan non formal seperti dalam keluarga. Tidak hanya itu, ilmu
juga dapat diambil melalui pendidikan informal seperti, kursus dan pelatihan.
Sehingga akan terjadi perbedaan antara orang yang berilmu atau berpendidikan, dengan
orang yang tidak berilmu.
Allah
SWT telah berjanji dalam AL-Qur’an, bahwa orang yang beriman
dan berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya disisinya. Seperti yang
tertuang dalam Q.S. AL-Mujaddalah:11 yang berbunyi,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa
derajat." (Al-Mujaadilah:11)
Dulu
Umat Islam pernah memegang mahkota peradaban selama kurang lebih 800 tahun.
Yang sebelumnya dipegang Bangsa Romawi dan Yunani. Sekarang yang memegang
mahkota adalah Bangsa Barat. Memang peradaban manusia hanya disukai oleh orang
yang menguasai ilmu pengetahuan.
Berilmu
atau mempunyai ilmu pengetahuan berarti orang yang mempunyai ilmu. Dalam
kehidupan orang jawa dikatakan sebagai orang yang alim. Artinya orang yang
lebih tahu. Orang yang berilmu di ibaratkan seperti pohon padi. Semakin berisi,
semakin merunduk. Dengan ilmu, kita tidak boleh menyombongkan diri. Tetapi
menyadari bahwa ilmu yang kita dapatkan adalah sedikit dari ilmu yang telah
diberikan allah. Dan hanya allah yang menjadi Shohibul Ilmi, yang mempunyai
ilmu laksana banyaknya air dilautan atau banyaknya pasir di pantai. Tidak ada
orang yang bisa menghitungnya. Dan ilmu yang dimiliki dimanfaatkan untu
kepentingan agama, nusa, dan bangsa.
Untuk
lebih jelanya, cermati uraian-uraian berikut ini.
A. Pengertian Berilmu
Ilmu
merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang
berarti tahu atau mengetahui, pandai atau tidak bodoh, cerdas atau pintar.
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang
pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya
diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami
pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
“Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by
observation and testing of fact (And English reader’s dictionary)
“Science is a systematized knowledge obtained by study, observation,
experiment” N (Webster’s super New School and Office Dictionary)
Dari
pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau
menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan
disebut Ilmu”.
Lebih
spesifik lagi, Berilmu adalah sikap perilaku yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang berilmu adalah orang yang memiliki
ilmu pengetahuan, dan mau menggunakan akal sehatnya untuk berpikir. Ilmu
merupakan pintu gerbang yang menghantarkan seseorang meraih kesuksesan dan
kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
وَمَنْ اَرَادَ الْاَخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ هُمَا
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ (رواه البخارى)
“Barangsiapa yang berharap akan (kebahagiaan) dunia, hendaknya
(diraih) dengan ilmu. Barangsiapa berharap kebahagiaan akhirat hendaknya diraih
dengan ilmu, dan barangsiapa berharap kebahagiaan dari keduanya, hendaknya juga
diraih dengan ilmu”(H.R. Bukhari).
B. Kedudukan Ilmu menurut Islam
Ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat
dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang
tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi
umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam
Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali ,
ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat
kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi
ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi
Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai berikut ;
‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan
orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang
artinya:
“ALLah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang
berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan
ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat
di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan
menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan
membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh
rasakepada ALLah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan
firman ALLah:
“sesungguhnya
yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang
berilmu) ; (surat faatir:28)
Disamping
ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, AL
qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti
tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah,
tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam hubungan inilah
konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan
islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat
dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai
dengan ayat 5 yang artuinya:
“bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan Kamu dari segummpal darah .
Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah.
Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kala .
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”
Ayat
–ayat tersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak
pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi
dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh ,
dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan
amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara
iman dan amal.
Di
samping ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan kuat
untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u
Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut
ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya
menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan
sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist
riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari
hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana
menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal
batas wilayah,
C. Pentingnya berilmu
Ilmu memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu dapat
membantu manusia melakukan sesuatu dengan mudah. Ilmu juga dapat meningkatkan
kualitas hidup manusia. Hidup berilmu itu penting agar tidak tersesat dan
terasa berat, sebab dengan berilmu kita akan terbantu dalam menjalankan
aktivitas kehidupan. Dengan ilmu kita dapat melakukan apa saja, dan dapat
berjalan kemana saja tanpa ada rasa takut, sebab ilmu itu nuur (cahaya) yang
dapat menunjukkan jalan yang tepat.
D. Dalil tentang berilmu
1. Dalil Naqli
1) QS. AZ-Zumar : 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ
Artinya:"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya
orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar:9)
2) QS. AL-Mujaddalah : 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa
derajat." (Al-Mujaadilah:11)
Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas
besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di
dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang
dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh
tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah.
(Fathul Baarii 1/141)
3) QS. Thaahaa : 114
Allah juga mewajibkan hambanya untuk meminta tambahan kepadanya.
Seperti firman Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya:"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu (agama)." (Thaahaa:114)
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan
Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta tambahan dari
sesuatu kecuali meminta tambahan dari ilmu dan ilmu yang dimaksudkan di sini
adalah ilmu syar'i yang akan menjadikan seorang hamba mengenal Rabbnya
Subhaanah dan mengetahui apa-apa yang diwajibkan atas seorang mukallaf dari
perkara agamanya dalam ibadah dan muamalahnya. (Fathul Baarii 1/141)
4) QS. AL-Baqarah : 269
Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada
mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam
firman-Nya:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ
الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو
الأَلْبَابِ
Artinya:"Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran." (Al-Baqarah:269)
Berkata Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan
pemahamannya. (Akhlaaqul 'Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)
5) QS. Muhammad : 19
Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan pentingnya
ilmu dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala yang berbunyi:
فَاعْلَمْ اَنَّه لَاۤ ﺇِلٰهَ اِلَّااللهُ
وَسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَاﻟِﻠْﻤُﺆْمِنِيْنَ وَاﻟْﻤُﺆْمِنٰتِ
Artinya:"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan
(Yang berhak diibadahi) melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan
bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad:19)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal 'Amal)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal 'Amal)
6) QS. Fathiir : 28
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mempunyai buah yang
agung, dan yang paling menonjolnya adalah adanya rasa khasy-yah kepada Allah
Subhaanah dari pemiliknya. Maka ulama adalah manusia yang paling takut kepada
Rabbnya, karena apa yang telah mereka pelajari dari ilmu yang akan menambah pengetahuan
mereka kepada Rabbnya dan akan mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati
mereka. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاءُ
Artinya:"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Faathir:28)
7) QS. AL-‘Ankabuut : 43
Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan
pemahaman yang mendalam, Allah Ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ
وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ
Artinya:"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."
(Al-'Ankabuut:43)
8) QS. AL-‘Imran : 18
شَهِدَاللهُ اَنّه لَاۤاِلٰهَ
اِلَّاهُوَ٬وَاﻟْﻤَﻠٰۤﺌِﻜَﺔِ وَاُولُواالْعِلْمِ قَاۤﺋِﻤًﺎ بِالْقِسْطِ٬لَاۤاِلٰهَ
اِلَّاهُوَالْعَزِيْزِالْحَكِيُمُ
Artinya:” Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS. AL-‘Imran: 16)
9) QS. AT-Taubah: 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ
كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ
لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
﴿۲۲۱﴾
Artinya:"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."
10) QS. Al Israa: 36
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً﴿٦٣﴾
Artinya:"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya."
2. Dalil Aqli
Terdapat kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang mulia,
di mana dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta
menerangkan kedudukan ulama dan kemuliaannya dan apa-apa yang selayaknya
dimiliki oleh mereka agar berakhlak dengannya dan bersemangat atasnya.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat sejumlah
hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan atsar-atsar yang mauquf
kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya mengisyaratkan kepada kedudukan yang
agung yang kembalinya kepada ulama, dan kedudukan yang tinggi yang Allah
muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
1) Dari Mu'awiyah radhiyallahu
'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي
الدِّيْنِ
Artinya:"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya,
niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun 'alaih)
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
2) Dari Abu Musa
Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah
seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut
terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang
yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air
maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa
minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan
air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak
bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan
orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa
yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya,
dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan
tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR.
Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam agar bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau shallallahu
'alaihi wa sallammemberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa dengan
hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan
tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan
orang yang mendengar ilmu yang beliau bawa dengan bumi atau tanah yang
bermacam-macam yang air hujan turun padanya:
Di antara
mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya kepada yang
lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu
memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan
sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.
Di antara
mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu
tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum
bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia
kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini
seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat
darinya.
Dan di antara
mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal
dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini
seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.
Tidaklah dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua kelompok
yang pertama kecuali karena kebersamaan mereka dalam kemanfaatan dari ilmu yang
mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan
disendirikanlah kelompok ketiga yang tercela karena tidak adanya kemanfaatan
darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
3) Dari Abud
Darda` radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا،
سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ
لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ، وَالْحِيْتَانُ فِي جَوْفِ
الْمَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ
الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ
دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya:"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia
mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan
(menuju) jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan
sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan
dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di
bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan
sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah
adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan
sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan
dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang
sangat banyak." (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya
hasan, lihat Jaami'ul Ushuul 8/6)
Di dalam hadits ini terdapat
keterangan tentang pemuliaan yang besar yang akan didapatkan oleh penuntut
ilmu, di mana para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap
tawadhu' dan penghormatan kepadanya, demikian juga makhluk-makhluk yang banyak
baik yang di langit, di bumi maupun di lautan dan makhluk lainnya yang tidak
ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah Subhaanah, semua makhluk tadi
memintakan ampun kepada Allah untuk penuntut ilmu dan mendo'akan kebaikan
untuknya.
Cukuplah bagi seorang penuntut ilmu
sebagai kebanggaan bahwasanya dia adalah orang yang sedang berusaha untuk
mendapatkan warisannya para Nabi, dan dia meninggalkan ahli dunia terhadap
dunianya yang telah dikumpulkan di atas hidangannya oleh para pecintanya di
mana mereka sibuk dengan perhiasannya dan berebutan kepadanya.
4) Dari 'Abdullah bin
Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نَضَّرَ اللهُ امْرَءًا سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا
فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ، فَرُبَّ مُبَلَّغٌ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
Artinya:"Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu
dari kami lalu dia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia
dengar, maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada
orang yang mendengarnya." (HR. At-Tirmidziy no.2659 dan isnadnya shahih,
lihat Jaami'ul Ushuul 8/18)
Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar
bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam mendo'akannya dengan kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia
lakukan dari mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya dan
menyampaikannya kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi pahala terhadap
apa yang disampaikan walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna riwayat
yang dia sampaikan, karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya dengan
jujur.
5) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: "Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka
terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang
bermanfaat, atau seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim
no.1631)
Betapa besarnya kebaikan yang akan
didapatkan oleh orang yang berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan yang
banyak. Dan pahala tadi akan terus mengalir kepadanya tanpa terputus selama
ilmunya disampaikan oleh murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya,
dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh para hamba
di berbagai negeri.
Dan seperti inilah pahala dan ganjaran
orang yang berilmu akan tetap sampai kepadanya setelah kematiannya dengan sebab
ilmu yang telah dia tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat
terhadap ilmunya tersebut.
E. Bentuk dan contoh perilaku berilmu
Orang
yang berilmu akan melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk ilmu dan daya
nalarnya, sehingga tidak ada perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat,
baik menurut tradisi, agama, maupun hukum dan aturan.
a. Bentuk Perilaku Berilmu
1) Perikaunya berdasarkan akal
sehat.
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan dalam melakukan tindakan
sosialnya dalam kehidupan sehari-hari, perilakunya selalu didasarkan pada akal
sehat. Ia akan mendahulukan akal budinya dari pada emosi dan hawa napsunya.
Akal sehatlah yang dapat membedakan kebenaran dari kesalahan, kenaikan dari
keburukan. Perbuatan dan ucapan yang didasarkan pada akal sehat, tentu akan
dapat mendatangkan banyak manfaat baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain.
2) Perilakunya berdasarkan ilmu
pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan modal utama dalam meraih kebahagiaan hidup,
baik di dunia maupun di akhirat. Suatu pekerjaan yang dilakukan tidak
berdasarkan ilmu, hanya dapat mendatangkan kemudaratan. Bahkan lebih dari itu,
dapat mendatangkan malapetaka bagi pelakunya dan orang lain. Perilaku yang
berdasarkan ilmu pengetahuan sungguh tidak akan mendatangkan kerugian. Sebab
ilmu akan membimbing dan mengarahkan pemiliknya pada jalan menuju kebenaran dan
kebaikan.
3) Perilakunya tidak menyimpang
dari aturan hukum dan tradisi.
Dengan ilmu dan akal sehatnya seorang yang berilmu akan selalu
bersikap dan berperilaku hati-hati, agar tidak melanggar aturan hukum dan
tradisi yang berlaku. Orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentu tidak mau
melanggar peraturan-peraturan tersebut, baik peraturan yang dibuat oleh sesama
manusia maupun peraturan yang dibuat oleh Allah swt.
b. Contoh Perilaku Berilmu
1) Seorang siswa MTs kelas 9 yang
sebentar lagi akan menghadapi Ujian Akhir, dengan akan sehatnya menolak ajakan
teman-temannya untuk bermain dan berhura-hura.
2) Seorang bapak-bapak yang sedang
sakit, dengan akal sehat dan ilmunya menolak ajakan untuk berobat ke dukun.
3) Seorang ibu rumah tangga sedang
membutuhkan uang untuk berobat anaknya di rumah sakit. Pada saat yang bersamaan
ada seorang rentenir yang menawarkan bantuan berupa sejumlah uang dengan syarat
mampu mengembalikan dengan bunga 10 % per bulan. Karena sang ibu mempunyai
pengetahuan lebih tentang agama, maka dengan tegas ia menolak tawaran rentenir
tersebut.
4) Suatu hari ibu menyuruh saya
membeli beras di warung Mbo’ Na 1 kg. Setelah beras saya terima, saya membayar
dengan uang sebesar Rp. 10.000,00. Lalu mbo’ Na memberi kembalian. Akan tetapi
uang kembalian dari Mbo’ Na kelebihan 3000,00. Karena teringat pesan dari bu
guru tentang kejujuran. Saya pun mengembalikan uang kelebihan tersebut.
F. Nilai-nilai Positif dari Berilmu
ilmu bagaikan cahaya yang menerangi kegelapan yang membuat hidup
manusia lebih mudah dan dinamis. ilmu mempunyai nilai-nilai positif bagi diri
sendiri maupun orang lain, diantaranya, sebagai berikut :
Nilai Positif Berilmu Bagi Diri Sendiri:
1) Dapat membedakan mana yang benar
dan mana yang slah, mana yang baik dan mana
yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, mana perintah mana larangan
dan sebagainya.
2) Dapat hidup dengan terang
benderang, ringan dan penuh kenyamanan sebab ilmu menyinari pemiliknya sepanjang
dimanfaatkan di jalan yang baik dan benar
3) Dapat menghindari berbagai
kesalahan dan perbuatan buruk lainnya, yang akan mendatangkan kerugian dan
malapetaka, baik bagi pelakunya maupun masyarakat lingkungannya.
4) Semua perbuatan dan tindakan
berdasrkan ilmu pengetahuan dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi orang
lain. Sebab dengan ilmu segala sesuatu akan bermanfaat.
5) Mendapat tempat dan kedudukan
yang terhormat. Dimana dan kapanpun, di dunia ini orang yang berilmu pasti mendapat
temat dan kedudukan yang terhormat. Karena ilmunya seseorang menjadi dihormat,
oleh ilmunya seseorang menjadi dihargai, dengan ilmunya pula ia mampu melakukan
sesuatu yang berguna.
6) Mendapat dua keuntungan dan
kehormatan sekaligus, kehormatan di mata manusia dan dihadapan Allah swt.
G. Ciri-ciri Orang Yang Berilmu dan Tidak
Berilmu
Ciri-ciri
orang yang berilmu dengan orang yag tidak berilmu jelas tidak akan sama
selama-lamanya. Seorang yang berpengetahuan, dari caranya berpikir, bertindak,
dan bertutur kata akan jauh berbeda dengan orang yang tidak berpengetahuan.
Ayat ini adalah teguran bagi orang-orang yang berpengetahuan tetapi ternyata
tingkah laku mereka seperti orang awam. Mereka yang tahu bahwa berzina itu dosa
besar dan tahu akibatnya, namun tetap saja berzina, sama seperti orang yang
tidak tahu akibat dari zina. Bahkan kemurkaan Allah jauh lebih besar ditujukan
kepada orang seperti ini. Mereka melakukan hal yang dilarang Allah padahal
mereka mengetahui bahwa hal tersebut dilarang oleh Allah.
Berikut
ini contoh tembang Jawa yang menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang berilmu
dan orang yang tidak berilmu.
TEMBANG PANGKUR
Nggugu kersaning priyangga
(Mengikuti kemauannya sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling
(Bila berkata tanpa dipertimbangkan)
Lumuh ingaran balilu
(Namun tak mau dianggap bodoh)
Uger guru aleman
(Selalu ingin dipuji-puji)
Nanging janma kang wus waspadeng semu
(Tetapi orang yang mempunyai ilmu)
Sinamun samudana
(Akan bersikap rendah hati)
Sasadoning adu manis
(Selalu berprasangka baik)
Tembang Pangkur di atas menunjukkan ciri-ciri orang yang tidak berilmu
dengan orang yang berilmu.
1) Ciri-ciri Orang Yang Berilmu
ciri orang yang berilmu, yang paling utama adalah:
a. Bersikap rendah hati.
Orang yang berilmu akan berhati-hati dalam berbuat, baik dalam
berkata-kata, bersikap maupun melakukan sesuatu. Setiap perbuatan akan selalu
dipertimbangkan alasan mengapa melakukan itu, dasarnya apa, tujuan dari
perbuatan itu apa, dalam rangka apa, dan apa pengaruhnya bagi diri sendiri,
orang lain dan bagi kehidupan.
b. Selalu berprasangka baik.
tidak baik. Bahkan terhadap orang lain yang berbuat buruk pun, ia
masih berprasangka baik, dalam arti bahwa mungkin orang itu belum mengerti,
atau sedang lupa.
Sedangkan ciri-ciri orang yang berilmu secara umum adalah sebagai
berikut :
a. Rendah hati, ibarat tanaman padi, kian
berisi kian merunduk
b. Setiap melakukan pekerjaan selalu
diperhitungkan baik atau buruknya
c. Menghargai pendapat orang lain
d. Menghargai waktu.
e. Gemar membaca dan suka mencari
informasi
f. Bekerja dengan program dan
rencana yang jelas
g. Tidak suka bicara tentang sesuatu yang
tidak ada gunnya
h. Tidak mengerjakan sesuatu yang tidak
bermanfaat
i. Suka berbagi informasi
j. Suka memberikan ilmu yang
ia miliki atau mengajarkannya kepada orang lain.
2) Ciri-ciri Orang yang tidak Berilmu
Dalam agama islam, tidak mengenal orang yang bodoh tapi mengenal orang
yang tidak berilmu. Karena orang bodoh sewaktu-waktu dapat menjadi pandai.
Sebenarnya, didunia ini tidak ada orang yag bodoh. Semua orang di dunia ini
adalah pandai. Hanya saja, kepribadian kita sendiri yang mengarahkan kita
kepada kebodohan tersebut (malas). Berikut ini adalah ciri-ciri orang yang
tidak berilmu:
a. Mengikuti kemauannya
sendiri, bertindak semaunya sendiri. Tidak mengikuti aturan, baik aturan agama,
aturan negara, adat istiadat, dan lain-lain.
b. Bila berkata tanpa
dipertimbangkan, alias semaunya sendiri. Ia tidak berfikir apakah perkataannya
itu benar atau salah, berguna atau tidak berguna, asal ngomong saja.
c. Tidak mau dianggap
bodoh, meskipun sebenarnya bodoh.
d. Selalu ingin dipuji-puji.
H. Klarsfikasi Ilmu menurut ulama islam.
Dengan
melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran
islam . AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati
kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka
mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan
tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan
pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun
prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech
Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis
bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah
bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls
ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu AL hal)
sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus
–bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
Kewajiban
manusia adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim
,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut
,seprti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya
menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat
pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak
menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di
dalam kitabnya.
Sementara
itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudinmengklasifikasikan Ilmu
dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah,
kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu
fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang
mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui
ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu
fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam
menegakan urusan duniawi “ (1979 : 84)
Lebih
jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah
ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam,
sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara
lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu
politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu
dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi
Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldunyang membagi kelompok ilmu ke
dalam dua kelompok yaitu :
1) Ilmu yang merupakan suatu yang
alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2) Ilmu yang bersifat tradisional
(naqli).
bila
kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi Ilmu
aqliyah , dan Ilmu naqliyah.
Dalam
penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
“Kelompok
pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang
bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra
kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi
demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan
penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai
dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional
(naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita
dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
Dengan
demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup
ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan
berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu
yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan
sunnah Rasul.
Ulama
lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama
kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu
: 1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya
sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat,
Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al
Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1) Al manqulat adalah semua
Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al
tafsir, hadis dan al hadis.
2) Al ma’qulat adalah semua
ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3) Al maksyufat adalah ilmu yang
diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran
spekulatif
Selain
itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu
: 1). Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris,
konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan
yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya
kontak langsung dengan realitas ilahi .
Meskipun
demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan
lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli
I Godaan
Orang Berilmu
Jangan
disangka bahwa seseorang yang berilmu sudah otmatis terlindungi dari kebodohan
dan terlepas dari godaan. Meskipun orang berilmu berada di tingkatan yang lebih
tinggi daripada makhluk-makhluk lain, ia juga tetap menghadapi godaan yang
tidak kalah besar. Bahkan godaan orang yang berilmu jauh lebih besar
dibandingkan godaan orang-orang selainnya. Begitu pula dalam akibatnya, bila ia
berhasil maka jadilah ia orang yang paling takut [dekat] di sisi
Allah.“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama.” [QS. Al-Fathir: 28]. Dan sebaliknya, ketika ia gagal dalam
menghadapi godaan, maka ia hanya menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dia
jugalah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW sebagai manusia selain Dajjal lebih
ditakuti –karena sangat halus geraknya– dari pada Dajjal itu sendiri. Rasul SAW
ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulallah?” “Mereka adalah ulama-ulama
yang jahat (‘ulama’ al-su’i).” (Muslim: 5/145).
Apa saja godaan orang berilmu?
Yang pertama
adalah harta benda atau duniawi.
Ini adalah
cobaan yang paling ringan. Orang yang berilmu seringkali dihadapkan pada
pilihan-pilihan yang terkadang menyulitkan. Ketika seseorang menjadi ilmuwan,
maka dengan sendirinya harta dunia itu datang. Kesempatan orang yang berilmu
dalam mendapatkan dunia lebih besar daripada orang yang tidak berilmu. Di
sinilah orang yang berilmu digoda. Apakah ilmu yang dimilikinya bisa menagtur
nafsu syahwatnya [yang cenderung pada dunia]? Ataukah sebaliknya, nafsu
syahwatnyalah yang menjadi pengatur ilmunya?
Apakah yang terakhir ini bisa terjadi pada orang yang berilmu?
Bagaimana bisa?
Memang
tidak salah bila orang berilmu mendapatkan harta dunia dari ilmu-ilmunya. Tidak
salah bila seorang dokter mendapatkan upahnya. Pun tidak salah bagi seorang
guru/dosen mendapatkan bisyarahnya. Namun yang disalahkan adalah bila ilmu
dijadilakn legitimasi dari keinginan-keinginan duniawinya. Yang salah adalah
dokter yang menyalahgunakan keilmuannya demi sejumlah rupiah. Yang berbahaya
adalah ulama/ilmuwan/cendekiawan yang memanfaatkan kedalaman ilmu [baca
penegtahuan] nya demi sejumlah harta. Kalau apa yang dibuat oleh dokter dalam
penyahgunaannya mungkin menyebabkan malpraktek, atau paling parah bisa
menyebabkan kematian fisik manusia, maka kesalahan ulama terhadap
penyalahgunaan ilmunya bisa lebih berbahaya dari sekedar kematian fisik.
Kesalahan bisa menyebabkan kebingungan umat serta menjadi penyulut para hamba
Allah untuk bermaksiat kepada-Nya. Yang paling berbahaya adalah tingkah ulama
ini bisa juga menghancurkan akidah umat. Hal tersebut bisa terjadi hanya karena
kecenderungannya pada harta benda.
Godaan yang
kedua adalah kehormatan dan nama baik di mata makhluk.
Ini adalah
penyakit jiwa. Mungkin saja orang berilmu terhindar dari godaan harta yang hina
karena ketampakannya, maka ia tidak begitu saja lepas dari godaan kedua yang
halus ini. Ia adalah godaan yang lembut dalma jiwa manusia. Kecenderungan orang
yang berilmu setelah penguasaan yang mendalam dalam keilmuan adalah keinginan
untuk dihormati. Ia merasa berhak dengan penghormatan semua makhluk karena
ketinggian ilmunya.
Bila
cinta/gila hormat dari makhluk ini dibiarkan begitu saja, maka orang berilmu
akan terjangkit pada penyakit ketiga yang paling berbahaya, yaitu kesombongan.
Pada godaan ini, orang berilmu memang tidak lagi berhadapan dengan harta dunia.
Mungkin saja ia berhasil melewati harta dunia. Tapi kesombongan adalah hal yang
sangat halus yang masuk ke dalam jiwa manusia. Bila orang yang berilmu lengah
sedikit saja, ia akan dimasuki rasa ini. “Bahwa akulah orang yang paling
berilmu. Bahwa akulah orang yang paling dekat di sisi Allah. Tidak ada orang
yang lebih alim dariku.” Begitu kira-kira godaan yang ada di dalam hatinya.
Akibatnya,
ia akan menyepelekan orang lain, mengaggap orang lain lebih bodoh dan rendah,
serta enggan menolak apa yang datang dari orang lain, walau itu suatu yang
benar. Ia mengaggap bahwa ia adalah segala-galanya, yang lebih mengetahui dan
memahami setiap sesuatu dibanding lainnya.
Pada tahap yang
lebih berbahaya adalah penolakan orang berilmu pada keberadaan Allah dan
kenyataan akan kebesaran-Nya.
Ia tiada
segan untuk menafikan Allah dalam kehidupannya. Ia hanya mengagungkan ilmunya.
Ia lupa kepada Sang Pemberi ilmu, Sang Mahatahu. “Kemudian apabila Kami
berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat
ini hanya karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui.” [QS. Al-Zumar:
49]. Na’udzubillah. Padahal, apa yang diketahui oleh manusia hanyalah
setetes dari luasnya samudera pengetahuan Allah.
Sejatinya, ilmu adalah perantara yang menagntarkan kita semua pada
kedekatan kepada-Nya. Itu pula yang diisyaratkan oleh al-Qur`an. Karena tujuan
sejati dalam pencarian ilmu adalah pendekatan kepada-Nya. Orang yang berilmu
adalah orang yang paling bertakwa. Dan barang siapa yang bertakwa maka Allah
akan lebih mencurahkan ilmu-Nya. [QS. Al-Baqarah: 282]. Bukan harta,
kehormatan, maupun kesombongan yang diharapkan dari orang-orang yang berilmu.
Maka, marilah kita menjadi padi, semakin berisi ia akan semakin merunduk.
Semakin berilmu sudah semestinya membawa kita pada ketundukan kepada Allah,
serta membawa kita pada kesadaran pada kita tidak ada apa-apanya dibanding
kekuasaan Allah. Ilmu kita tidak ada bandingannnya dengan ilmu Allah, bahkan
seujung kuku pun. Ya Allah, zidni ilman warzuqni fahman.
J. Tanda-tanda orang yang berilmu
1.
Mengamalkan ilmunya, mendapatkan berkahnya ilmu,
dan ikhlas demi mengharap ridha Tuhannya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan.
2. Bermanfaat
bagi manusia lain, memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sekitarnya,
menyebarkan ilmunyadan tidak menyembunyikannya untuk dirinya sendiri.
3. Zuhud
terhadap dunia, senantiasa memohon kepada Allah agar
dijauhkan dari hal-hal yang fana dan dikaruniai kebahagiaanyang kekal di
akhirat kelak.
4. Berakhlak
mulia, berkepribadian agung, dan jauh dari cela.
5. Memiliki
semangat yang tinggi dalam menilis, mendidik generasi, an melakukan perbaikan.
7. Memahami
hakikat, mengenal tujuan-tujuan syariat, dan mengetahui rahasia-rahasia
syariat.
8. Bersungguh-sungguh
dalam memperjuangkan hak dan berusaha keras mengungkap kebenaran.
9. Menjauhi
perkataan yang kotor dan tercela, serta meninggalkan hadis-hadis yang palsu.
10. Sabar
menghadapi cobaan, lapang dada saat dijauhi orang, dan rendah hati dalam segala
keadaan.
11.
Memahami realitas dan perkembangan zaman, serta
ikut serta berjuang di dalamnya.
K. Sikap-sikap Yang dimiliki Oleh Orang Yang
Berilmu
Allah
berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang
mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS Az Zumar: 9)
Beruntunglah
orang-orang yang mau merenungi ayat-ayatNya dan mau mengambil pelajaran
darinya. Sesungguhnya sebaik-baik nasehat adalah Kitabullah, barangsiapa mau
mengikuti nasehat didalamnya sungguh ia telah beruntung dan selamat. Lewat
tulisan yang ringkas ini kami berusaha mengajak pembaca semua untuk sedikit
merenungi dan mengambil faedah dari firman Allah ayat kesembilan dari surat Az
Zumar diatas.
Keutamaan
ilmu dan Ahli Ilmu Penulis yakin telah banyak yang mengetahui bahwa ayat diatas
adalah salah satu diantara dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang
berilmu. Dalam ayat yang mulia ini Allah menyuruh Rasulullah untuk bertanya
“Apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?”. Ini
adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah pasti beda orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengatahui, orang yang berilmu dan yang
tidak berilmu. Jangankan manusia, hewan saja berbeda antara yang berilmu dan
yang tidak berilmu
Syaikh
Muhammad bin Shalih al Utsaimin membawakan dan menjelaskan ayat diatas di awal
bab “Keutamaan Ilmu” dalam “Kitabul Ilmi” beliau. Diantaranya beliau berkata,
“Tidak sama orang yang berilmu dan tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang
yang hidup dengan yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, yang melihat
dengan yang buta. Ilmu adalah cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk,
yang denganya manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dengan ilmu Allah
mengangkat/melebihkan siapa yang dikehendakinya dari para makhluqNya. Allah
berfirman, Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al Mujadalah:
11)…” [kitabul Ilmi, hal 13]
Sikap
seorang yang berilmu Salah satu faedah yang berharga dari ayat diatas adalah
“Hendaknya seorang yang berilmu tidak seperti orang-orang yang tidak berilmu”.
Ironisnya kita dapati banyak orang yang bertahun-tahun menuntut ilmu atau
bahkan orang-orang yang menisbahkan dirinya dengan “ahli ilmu” tetapi akhlak,
perilaku maupun amalannya tidak menunjukkan ilmu yang dimiliki. Berikut
beberapa sikap yang hendaknya dimiliki seorang yang berilmu:
1) Sikap terhadap diri sendiri
Seorang yang
berilmu hendaknya dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan baik.
Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam
urusan dunia maupun akhirat. Rasulullah bersabda, Bersemangatlah kamu terhadap
apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan
jangan merasa lemah [HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah]. Jangan sampai ia
menyerupai orang-orang yang tidak memiliki ilmu yang suka melakukan hal-hal
yang tidak bermanfaat atau bahkan melakukan hal-hal yang merugiakan dirinya
sendiri. Padahal Rasulullah bersabda, Sebagian dari kebaikan keislaman
seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya [Tirmidzi
(2318), Ibnu Majah (3976), Dihasankan oleh Tirmidzi]. Selain itu, hendaknya seorang
yang berilmu hendaknya ia menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Jangan
sampai ia menyerupai perangai orang-orang yang tidak berilmu, kolot, kasar,
suka debat kusir dan lainnya. Hendaknya ia menjadi orang yang arif, bijaksana,
hati-hati dan berbagai perangai yang baik lainnya yang mencerminkan ilmu yang
ia miliki.
2) Sikap terhadap Tuhannya
Seorang yang
berilmu hendaknya ia semakin dekat dengan Tuhannya dan semakin takut dariNya.
Allah berfirman :
ﺇِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءِ
Artinya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama”. (QS. Al Fathir: 28)
Kedekatan seseorang
dengan Tuhannya tercermin pada amalannya. Seorang yang berilmu hendaknya dia
giat melakukan ibadah dan amalan lainnya baik yang sunnah maupun yang wajib.
Jangan menjadi orang yang menjadikan ilmu hanya sebagai wawasan, tanpa ada
kemauan untuk mengamalkannya. Jika bermalasan dalam beramal lalu apa bedanya
dengan yang tidak berilmu. Dan itulah sifatnya orang yahudi, berilmu tetapi
tidak diamalkan.
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
من عمل بما علم اورثه الله علم ما لم يعلم
Artinya:
“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui maka Allah menganugerahinya
ilmu yang ia belum ketahui.”
Dan hal ini juga
dikuatkan dengan FirmanNya,
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Artinya:”Dan
bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
3) Sikap terhadap orang lain
Seorang yang
berilmu hendaknya dapat menempatkan diri saat berinteraksi dengan orang
lain.Baik beinteraksi dengan yang lebih tua maupun lebih muda, dengan yang
lebih berilmu maupun dengan orang-orang awam. Dia dapat menempatkan dirinya
saat bergaul dengan sesama penuntut ilmu, dengan gurunya, maupun dengan
orang-orang yang jahil. Diantara sikap seorang yang berilmu terhadap orang lain
adalah tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki. Alangkah indahnya pepatah yang
mengatakan “Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk”. Seorang yang
memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu ia akan semakin tawadhu’ seiring
bertambah ilmu yang ia miliki. Ia sadar bahwa ia menuntut ilmu untuk mengangkat
kebodohan pada dirinya dan orang lain, bukan sekedar untuk sok atau bangga-banggaan
dengan ilmu yang dimiliki.
4) Sikap terhadap Agamanya
Seorang yang
berilmu memiliki ghirah (kecenderungan) yang tinggi terhadap agamanya. Ia
berada dibarisan terdepan dalam dakwah dan memperjuankan Agamanya. Sebagaimana
telah diketahui bahwa agama tidak mungkin tegak kecuali dengan dua hal: Ilmu
(petunjuk) dan Pedang (perang). Dan itulah jalan para Nabi dan Rasul dan
orang-orang yang mengikuti mereka, mereka mendakwahkan ilmu yang mereka miliki.
Allah berfirman,
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ
عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Artinya:Katakanlah:
“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah denganhujjah yg nyata...
L. Perbedaan antara orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu
Orang
yang berilmu disebut orang yang alim.dan orang yang tidak berilmu
dikatakanl jahil atau bodoh,seorang alim dpt memberikan jalan bagi
orang yang berada di jalan kegelapan , sedangkan orang yang jahil bisa menyesatkan
jalan seseorang.maka,orang alim tentu saja tidak sama dengan orang yang jahil.
Perbedaan orang berilmu dan tidak berilmu
NO
|
Orang Berilmu
|
Orang Tidak Berilmu
|
1
|
Banyak Pengetahuan
|
Sedikit Pengetahuan
|
2
|
Dapat Memimpin
|
Selalu dipimpin
|
3
|
Dihormati
|
Cenderung Dihina
|
4
|
Cenderung Bijaksana
|
Cenderung Kaku
|
5
|
Besar Kemungkinan Kaya
|
Kecil Kemungkinan Kaya
|
6
|
Mudah Mengatasi Masalah
|
Mudah Putus-asa
|
7
|
Cenderung Toleransi
|
Cenderung Fanatik
|
8
|
Sukar Ditipu
|
Mudah Dikelabui
|
9
|
Cenderung Dapat Mengendalikan Diri
|
Sering Lepas Kontrol
|
10
|
Berwawasan Luas
|
Berpandangan Sempit
|
11
|
Kebanyakan Pribadinya Tenang
|
Kebanyakan Pribadinya Resah
|
12
|
Berperadaban Maju
|
PEradabannya Terbelakang
|
13
|
Jiwanya Stabil
|
Jiwanya Labil
|
14
|
Punya Pendirian
|
Sering Ikut-ikutan
|
15
|
Mengandalkan Otak (akal)
|
Mengandalkan Otot (tenaga)
|
16
|
Cenderung Idealis
|
Cenderung Materialis
|
17
|
Mudah mendapat Petunjuk
|
Sukar Menerima Petunjuk
|
18
|
Peringatan Cukup Dengan Sindiran
|
Baru Mempan dengan Sanksi Fisik
|
19
|
Cenderung Berani dan Tanggung-jawab
|
Penakut dan Tak Bertanggung-Jawab
|
20
|
Percaya Diri
|
Tidak Percaya Diri
|
21
|
Berfikir dan Bertindak Kalkulatif
|
Berfikir Seadanya, Ceroboh dalam Bertindak
|
22
|
Cenderung Rasional
|
Cenderung Emosional
|
M. Kemuliaan yang diberikan kepada Orang yang
Berilmu
1) Derajat Tinggi Di Sisi Allah SWT
2) Rasa Takut Pada Allah SWT
3) Lebih Mulia Daripada Malaikat
4) Keberadaannya Seperti Cahaya
5) Masuk Golongan Orang Yang Baik
6) Mudah Menuju Surga
N. Cara Membiasakan Berperilaku Berilmu dalam Kehidupan
Sehari-hari
1)
Tanamkan keimanan dan ketaqwaan yang kuat dalam
hati agar hidup selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah swt.
2)
Tumbuhkan sikap cinta ilmu, baik ilmu agama
maupun ilmu-ilmu yang alam agar tumbuh pula semangat belajar yang tinggi,
tekun, rajin dan ulet dalam belajar.
3)
Jadikan buku sebagai sahabat tempat bertanya dan
menimba ilmu pengetahuan dengan cara membacanya secara cermat dan teratur
4)
Hadapi segala sesuatu dengan sikap objektif,
rasional dan kepala dingin, sehingga tidak terbawa oleh hawa napsu yang
cenderung mendatangkan kerugian dan malapetaka
5)
Berdoalah kepada Allah swt. Agar diberi kekuatan
untuk menjadi orang yang berilmu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Seorang yang berilmu dapat berinteraksi dengan dirinya
sendiri dengan baik. Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Orang berilmu juga
memiliki rasa tanggung jawab diri kepada Tuhannya, karena dia merasa bahwa dia
hanya seoranga hamba, orang yang berilmu juga mampu berperilaku dan bergaul
terhadap sesame manusia dengan baik, seorang yang berilmu juga sangat antusias dalam
memperjuangkan dan membela agamanya.
Allah SWT pun memberikan Kemuliaan kepada Orang yang Berilmu
yaitu : Derajat Tinggi Di Sisi Allah SWT, Rasa Takut Pada Allah SWT, Lebih
Mulia Daripada Malaikat, Keberadaannya Seperti Cahaya,Masuk Golongan Orang
Yang Baik,Mudah Menuju Surga.
B.
SARAN
Berikut saran-saran yang penulis tuaikan dalam tulisan ini sebagai
evaluasi penulis sendiri dan semoga bermanfaat bagi para pembaca. Saran yang
penulis ajukan yaitu: kita sebagai
pelajar harus dapat memanfaatkan waktu yang singkat ini guna menuntut ilmu sebanyak-banyaknya,
seperti pepatah mengatakan “ Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri Cina “ filosofi
itu menandakan bahwa selagi kita masih mampu mencari ilmu gapailah walaupun
ilmu yang kita cari berada jauh dari jangkauan kita.
Demikian makalah yang kami tulis sekiranya mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan kami hanya pelajar yang miskin ilmu , kritik dan
saran yang membangun guna perbaikan dimasa mendatang sangat kami harapkan.
Terima kasih.
0 komentar
Post a Comment