Sunday, 25 October 2015

MAKALAH PENTING BERILMU DALAM PANDANGAN ISLAM

KATA PENGANTAR


Puja puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia dan rahmatnya kepada kita semua, sehingga pada hari ini penulis telah menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Pentingnya Berilmu dalam Pandangan Islam”  dengan tepat waktu.

Adapun kendala dan masalah ketika penulisan makalah ini dikarenakan kami sebagai penulis masih banyak kurangnya wawasan dan miskin ilmu yang kami miliki , apabila kami tidak dibantu oleh pihak-pihak yang terkait, mungkin kami akan mengalami kesulitan dalam penyusunan makalah, maka kiranya dengan ini izinkan kami mengucapkan rasa terima kasih kami kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu kami menyelesaikan tugas makalah ini.

Cukup itu kiranya kata pengantar dari kami apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan silahkan memberikan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan penulisan makalah ini, jika ada benarnya itu semua datangnya dari Allah swt  Yang Maha Benar. Terimakasih semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Pangkah ,      Oktober 2015

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

             Manusia yang lahir tidak langsung dapat hidup mandiri. Ada beberapa proses yang harus dilalui. Diantaranya, belajar berbicara, berjalan, berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya. Dengan akal, manusia bisa membedakan hal yang baik dan yang burruk. Maka akal perlu di didik dalam pendidikan. Agar kemampuan akal yang luar biasa dapat dikendalikan dengan baik dalam rambu-rambu  kehidupan.
            Adapun dalam proses pendidikan atau pencarian ilmu bisa diperoleh dalam lembaga pendidikan formal seperti, pondok pesantren, sekolah, mardasah. Atau juga lembaga pendidikan non formal seperti dalam keluarga. Tidak hanya itu, ilmu juga dapat diambil melalui pendidikan informal seperti, kursus dan pelatihan. Sehingga akan terjadi perbedaan antara orang yang berilmu atau berpendidikan, dengan orang yang tidak berilmu.

B.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu guna memenuhi tugas  Mata Pelajaran Akidah Akhlak , dan juga menambah pengetahuan penulis tentang “Pentingnya Berilmu”.

C.      Rumusan Masalah
rumusan masalah dalam penulisana Makalah yang berjudul “ Pentingnya Berilmu “ adalaha sebagai berikut  :

1.      Apa definisi Ilmu ?
2.      Apa Kedudukan llmu dalam Islam ?
3.      Apa pentinya ilmu ?
4.      Dalil Naqli yang menjelaskan tentang keharusan menuntut ilmu
5.      Perbedaan antara orang berilmu dan tidak berilmu



BAB II
LANDASAN TEORI


Akhlak Terpuji Pada Diri Sendiri “ Berilmu ”
             Manusia yang lahir tidak langsung dapat hidup mandiri. Ada beberapa proses yang harus dilalui. Diantaranya, belajar berbicara, berjalan, berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya. Dengan akal, manusia bisa membedakan hal yang baik dan yang burruk. Maka akal perlu di didik dalam pendidikan. Agar kemampuan akal yang luar biasa dapat dikendalikan dengan baik dalam rambu-rambu  kehidupan.
            Adapun dalam proses pendidikan atau pencarian ilmu bisa diperoleh dalam lembaga pendidikan formal seperti, pondok pesantren, sekolah, mardasah. Atau juga lembaga pendidikan non formal seperti dalam keluarga. Tidak hanya itu, ilmu juga dapat diambil melalui pendidikan informal seperti, kursus dan pelatihan. Sehingga akan terjadi perbedaan antara orang yang berilmu atau berpendidikan, dengan orang yang tidak berilmu.
            Allah SWT  telah berjanji dalam AL-Qur’an, bahwa orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya disisinya. Seperti yang tertuang dalam Q.S. AL-Mujaddalah:11 yang berbunyi, 

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Artinya:"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)
            Dulu Umat Islam pernah memegang mahkota peradaban selama kurang lebih 800 tahun. Yang sebelumnya dipegang Bangsa Romawi dan Yunani. Sekarang yang memegang mahkota adalah Bangsa Barat. Memang peradaban manusia hanya disukai oleh orang yang menguasai ilmu pengetahuan.
            Berilmu atau mempunyai ilmu pengetahuan berarti orang yang mempunyai ilmu. Dalam kehidupan orang jawa dikatakan sebagai orang yang alim. Artinya orang yang lebih tahu. Orang yang berilmu di ibaratkan seperti pohon padi. Semakin berisi, semakin merunduk. Dengan ilmu, kita tidak boleh menyombongkan diri. Tetapi menyadari bahwa ilmu yang kita dapatkan adalah sedikit dari ilmu yang telah diberikan allah. Dan hanya allah yang menjadi Shohibul Ilmi, yang mempunyai ilmu laksana banyaknya air dilautan atau banyaknya pasir di pantai. Tidak ada orang yang bisa menghitungnya. Dan ilmu yang dimiliki dimanfaatkan untu kepentingan agama, nusa, dan bangsa.
            Untuk lebih jelanya, cermati uraian-uraian berikut ini.

A.     Pengertian Berilmu

                        Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, pandai atau tidak bodoh, cerdas atau pintar. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :

“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
“Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (And English reader’s dictionary)
“Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” N (Webster’s super New School and Office Dictionary)

                        Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.
                        Lebih spesifik lagi, Berilmu adalah sikap perilaku yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang berilmu adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan, dan mau menggunakan akal sehatnya untuk berpikir. Ilmu merupakan pintu gerbang yang menghantarkan seseorang meraih kesuksesan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.

مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ الْاَخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ (رواه البخارى)

“Barangsiapa yang berharap akan (kebahagiaan) dunia, hendaknya (diraih) dengan ilmu. Barangsiapa berharap kebahagiaan akhirat hendaknya diraih dengan ilmu, dan barangsiapa berharap kebahagiaan dari keduanya, hendaknya juga diraih dengan ilmu”(H.R. Bukhari).

B.     Kedudukan Ilmu menurut Islam
                        Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
                        Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai berikut ;
‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“ALLah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
                        Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh rasakepada ALLah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan firman ALLah:
            “sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)
                        Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:
“bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia
telah menciptakan Kamu dari segummpal darah .
Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah.
Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kala .
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”
                        Ayat –ayat tersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal.
                        Di samping ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan kuat untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
                        Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah,


C.     Pentingnya berilmu

Ilmu memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu dapat membantu manusia melakukan sesuatu dengan mudah. Ilmu juga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Hidup berilmu itu penting agar tidak tersesat dan terasa berat, sebab dengan berilmu kita akan terbantu dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Dengan ilmu kita dapat melakukan apa saja, dan dapat berjalan kemana saja tanpa ada rasa takut, sebab ilmu itu nuur (cahaya) yang dapat menunjukkan jalan yang tepat.

    D.  Dalil tentang berilmu
   
1.        Dalil Naqli
1)      QS.  AZ-Zumar : 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ
Artinya:"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar:9)

2)      QS. AL-Mujaddalah : 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)
Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah. (Fathul Baarii 1/141)

3)      QS. Thaahaa : 114
Allah juga mewajibkan hambanya untuk meminta tambahan kepadanya. Seperti firman Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya:"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu (agama)." (Thaahaa:114)
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta tambahan dari sesuatu kecuali meminta tambahan dari ilmu dan ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syar'i yang akan menjadikan seorang hamba mengenal Rabbnya Subhaanah dan mengetahui apa-apa yang diwajibkan atas seorang mukallaf dari perkara agamanya dalam ibadah dan muamalahnya. (Fathul Baarii 1/141)

4)      QS. AL-Baqarah : 269
Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو الأَلْبَابِ
Artinya:"Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran." (Al-Baqarah:269)
Berkata Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan pemahamannya. (Akhlaaqul 'Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)

5)      QS. Muhammad : 19
Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan pentingnya ilmu dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala yang berbunyi:
فَاعْلَمْ اَنَّه لَاۤ ﺇِلٰهَ اِلَّااللهُ وَسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَاﻟِﻠْﻤُﺆْمِنِيْنَ وَاﻟْﻤُﺆْمِنٰتِ
Artinya:"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang berhak diibadahi) melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad:19)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal 'Amal)

6)      QS. Fathiir : 28
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mempunyai buah yang agung, dan yang paling menonjolnya adalah adanya rasa khasy-yah kepada Allah Subhaanah dari pemiliknya. Maka ulama adalah manusia yang paling takut kepada Rabbnya, karena apa yang telah mereka pelajari dari ilmu yang akan menambah pengetahuan mereka kepada Rabbnya dan akan mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati mereka. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya:"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Faathir:28)

7)      QS. AL-‘Ankabuut : 43
Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan pemahaman yang mendalam, Allah Ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ
Artinya:"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (Al-'Ankabuut:43)
8)      QS. AL-‘Imran : 18
شَهِدَاللهُ اَنّه لَاۤاِلٰهَ اِلَّاهُوَ٬وَاﻟْﻤَﻠٰۤﺌِﻜَﺔِ وَاُولُواالْعِلْمِ قَاۤﺋِﻤًﺎ بِالْقِسْطِ٬لَاۤاِلٰهَ اِلَّاهُوَالْعَزِيْزِالْحَكِيُمُ
Artinya:” Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. AL-‘Imran: 16)
9)      QS. AT-Taubah: 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
﴿۲۲۱﴾
Artinya:"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

10)  QS. Al Israa: 36

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً﴿٦٣﴾
Artinya:"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya."
2.        Dalil Aqli
Terdapat kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang mulia, di mana dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta menerangkan kedudukan ulama dan kemuliaannya dan apa-apa yang selayaknya dimiliki oleh mereka agar berakhlak dengannya dan bersemangat atasnya.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat sejumlah hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan atsar-atsar yang mauquf kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya mengisyaratkan kepada kedudukan yang agung yang kembalinya kepada ulama, dan kedudukan yang tinggi yang Allah muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
1)      Dari Mu'awiyah radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
Artinya:"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun 'alaih)
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
2)      Dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau shallallahu 'alaihi wa sallammemberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa dengan hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar ilmu yang beliau bawa dengan bumi atau tanah yang bermacam-macam yang air hujan turun padanya:
         Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.
         Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat darinya.
         Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak dapat menerima/menampung air.
Tidaklah dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua kelompok yang pertama kecuali karena kebersamaan mereka dalam kemanfaatan dari ilmu yang mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan disendirikanlah kelompok ketiga yang tercela karena tidak adanya kemanfaatan darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
3)      Dari Abud Darda` radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ، وَالْحِيْتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya:"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju) jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak." (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan isnadnya hasan, lihat Jaami'ul Ushuul 8/6)
     Di dalam hadits ini terdapat keterangan tentang pemuliaan yang besar yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu, di mana para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap tawadhu' dan penghormatan kepadanya, demikian juga makhluk-makhluk yang banyak baik yang di langit, di bumi maupun di lautan dan makhluk lainnya yang tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah Subhaanah, semua makhluk tadi memintakan ampun kepada Allah untuk penuntut ilmu dan mendo'akan kebaikan untuknya.
     Cukuplah bagi seorang penuntut ilmu sebagai kebanggaan bahwasanya dia adalah orang yang sedang berusaha untuk mendapatkan warisannya para Nabi, dan dia meninggalkan ahli dunia terhadap dunianya yang telah dikumpulkan di atas hidangannya oleh para pecintanya di mana mereka sibuk dengan perhiasannya dan berebutan kepadanya.
4)      Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
نَضَّرَ اللهُ امْرَءًا سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ، فَرُبَّ مُبَلَّغٌ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
Artinya:"Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu dia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia dengar, maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada orang yang mendengarnya." (HR. At-Tirmidziy no.2659 dan isnadnya shahih, lihat Jaami'ul Ushuul 8/18)
Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar bagi penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akannya dengan kemuliaan dan kecerdasan karena apa yang dia lakukan dari mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya dan menyampaikannya kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi pahala terhadap apa yang disampaikan walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna riwayat yang dia sampaikan, karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya dengan jujur.
5)      Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: "Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim no.1631)
     Betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang yang berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala tadi akan terus mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya, dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh para hamba di berbagai negeri.
     Dan seperti inilah pahala dan ganjaran orang yang berilmu akan tetap sampai kepadanya setelah kematiannya dengan sebab ilmu yang telah dia tinggalkan untuk manusia, di mana mereka mengambil manfaat terhadap ilmunya tersebut.

E.     Bentuk dan contoh perilaku berilmu
            Orang yang berilmu akan melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk ilmu dan daya nalarnya, sehingga tidak ada perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat, baik menurut tradisi, agama, maupun hukum dan aturan.
a.       Bentuk Perilaku Berilmu
1)      Perikaunya berdasarkan akal sehat.
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan dalam melakukan tindakan sosialnya dalam kehidupan sehari-hari, perilakunya selalu didasarkan pada akal sehat. Ia akan mendahulukan akal budinya dari pada emosi dan hawa napsunya. Akal sehatlah yang dapat membedakan kebenaran dari kesalahan, kenaikan dari keburukan. Perbuatan dan ucapan yang didasarkan pada akal sehat, tentu akan dapat mendatangkan banyak manfaat baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain.
2)      Perilakunya berdasarkan ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan modal utama dalam meraih kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Suatu pekerjaan yang dilakukan tidak berdasarkan ilmu, hanya dapat mendatangkan kemudaratan. Bahkan lebih dari itu, dapat mendatangkan malapetaka bagi pelakunya dan orang lain. Perilaku yang berdasarkan ilmu pengetahuan sungguh tidak akan mendatangkan kerugian. Sebab ilmu akan membimbing dan mengarahkan pemiliknya pada jalan menuju kebenaran dan kebaikan.
3)      Perilakunya tidak menyimpang dari aturan hukum dan tradisi.
Dengan ilmu dan akal sehatnya seorang yang berilmu akan selalu bersikap dan berperilaku hati-hati, agar tidak melanggar aturan hukum dan tradisi yang berlaku. Orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentu tidak mau melanggar peraturan-peraturan tersebut, baik peraturan yang dibuat oleh sesama manusia maupun peraturan yang dibuat oleh Allah swt.
b.      Contoh Perilaku Berilmu
1)      Seorang siswa MTs kelas 9 yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Akhir, dengan akan sehatnya menolak ajakan teman-temannya untuk bermain dan berhura-hura.
2)      Seorang bapak-bapak yang sedang sakit, dengan akal sehat dan ilmunya menolak ajakan untuk berobat ke dukun.
3)      Seorang ibu rumah tangga sedang membutuhkan uang untuk berobat anaknya di rumah sakit. Pada saat yang bersamaan ada seorang rentenir yang menawarkan bantuan berupa sejumlah uang dengan syarat mampu mengembalikan dengan bunga 10 % per bulan. Karena sang ibu mempunyai pengetahuan lebih tentang agama, maka dengan tegas ia menolak tawaran rentenir tersebut.
4)      Suatu hari ibu menyuruh saya membeli beras di warung Mbo’ Na 1 kg. Setelah beras saya terima, saya membayar dengan uang sebesar Rp. 10.000,00. Lalu mbo’ Na memberi kembalian. Akan tetapi uang kembalian dari Mbo’ Na kelebihan 3000,00. Karena teringat pesan dari bu guru tentang kejujuran. Saya pun mengembalikan uang kelebihan tersebut.

F.     Nilai-nilai Positif dari Berilmu 
ilmu bagaikan cahaya yang menerangi kegelapan yang membuat hidup manusia lebih mudah dan dinamis. ilmu mempunyai nilai-nilai positif bagi diri sendiri maupun orang lain, diantaranya, sebagai berikut :
Nilai Positif Berilmu Bagi Diri Sendiri:

1)      Dapat membedakan mana yang benar dan mana yang slah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, mana perintah mana larangan dan sebagainya.
2)      Dapat hidup dengan terang benderang, ringan dan penuh kenyamanan sebab ilmu menyinari pemiliknya sepanjang dimanfaatkan di jalan yang baik dan benar
3)      Dapat menghindari berbagai kesalahan dan perbuatan buruk lainnya, yang akan mendatangkan kerugian dan malapetaka, baik bagi pelakunya maupun masyarakat lingkungannya.
4)      Semua perbuatan dan tindakan berdasrkan ilmu pengetahuan dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi orang lain. Sebab dengan ilmu segala sesuatu akan bermanfaat.
5)      Mendapat tempat dan kedudukan yang terhormat. Dimana dan kapanpun, di dunia ini orang yang berilmu pasti mendapat temat dan kedudukan yang terhormat. Karena ilmunya seseorang menjadi dihormat, oleh ilmunya seseorang menjadi dihargai, dengan ilmunya pula ia mampu melakukan sesuatu yang berguna.
6)      Mendapat dua keuntungan dan kehormatan sekaligus, kehormatan di mata manusia dan dihadapan Allah swt.

G.     Ciri-ciri Orang Yang Berilmu dan Tidak Berilmu
                        Ciri-ciri orang yang berilmu dengan orang yag tidak berilmu jelas tidak akan sama selama-lamanya. Seorang yang berpengetahuan, dari caranya berpikir, bertindak, dan bertutur kata akan jauh berbeda dengan orang yang tidak berpengetahuan. Ayat ini adalah teguran bagi orang-orang yang berpengetahuan tetapi ternyata tingkah laku mereka seperti orang awam. Mereka yang tahu bahwa berzina itu dosa besar dan tahu akibatnya, namun tetap saja berzina, sama seperti orang yang tidak tahu akibat dari zina. Bahkan kemurkaan Allah jauh lebih besar ditujukan kepada orang seperti ini. Mereka melakukan hal yang dilarang Allah padahal mereka mengetahui bahwa hal tersebut dilarang oleh Allah.
          Berikut ini contoh tembang Jawa yang menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu.

TEMBANG PANGKUR
Nggugu kersaning priyangga
(Mengikuti kemauannya sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling
(Bila berkata tanpa dipertimbangkan)
Lumuh ingaran balilu
(Namun tak mau dianggap bodoh)
Uger guru aleman
(Selalu ingin dipuji-puji)
Nanging janma kang wus waspadeng semu
(Tetapi orang yang mempunyai ilmu)
Sinamun samudana
(Akan bersikap rendah hati)
Sasadoning adu manis
(Selalu berprasangka baik)

Tembang Pangkur di atas menunjukkan ciri-ciri orang yang tidak berilmu dengan orang yang berilmu.
1)     Ciri-ciri Orang Yang Berilmu
ciri orang yang berilmu, yang paling utama adalah:
a.       Bersikap rendah hati.
Orang yang berilmu akan berhati-hati dalam berbuat, baik dalam berkata-kata, bersikap maupun melakukan sesuatu. Setiap perbuatan akan selalu dipertimbangkan alasan mengapa melakukan itu, dasarnya apa, tujuan dari perbuatan itu apa, dalam rangka apa, dan apa pengaruhnya bagi diri sendiri, orang  lain dan bagi kehidupan.
b.      Selalu berprasangka baik.

tidak baik. Bahkan terhadap orang lain yang berbuat buruk pun, ia masih berprasangka baik, dalam arti bahwa mungkin orang itu belum mengerti, atau sedang lupa.
Sedangkan ciri-ciri orang yang berilmu secara umum adalah sebagai berikut :
a.     Rendah hati, ibarat tanaman padi, kian berisi kian merunduk
b.     Setiap melakukan pekerjaan selalu diperhitungkan baik atau buruknya
c.      Menghargai pendapat orang lain
d.     Menghargai waktu.
e.      Gemar membaca dan suka mencari informasi
f.       Bekerja dengan program dan rencana yang jelas
g.     Tidak suka bicara tentang sesuatu yang tidak ada gunnya
h.     Tidak mengerjakan sesuatu yang tidak bermanfaat
i.       Suka berbagi informasi
j.       Suka memberikan ilmu yang ia miliki atau mengajarkannya kepada orang lain. 
2)     Ciri-ciri Orang yang tidak Berilmu
Dalam agama islam, tidak mengenal orang yang bodoh tapi mengenal orang yang tidak berilmu. Karena orang bodoh sewaktu-waktu dapat menjadi pandai. Sebenarnya, didunia ini tidak ada orang yag bodoh. Semua orang di dunia ini adalah pandai. Hanya saja, kepribadian kita sendiri yang mengarahkan kita kepada kebodohan tersebut (malas). Berikut ini adalah ciri-ciri orang yang tidak berilmu:
a.       Mengikuti kemauannya sendiri, bertindak semaunya sendiri. Tidak mengikuti aturan, baik aturan agama, aturan negara, adat istiadat, dan lain-lain.
b.      Bila berkata tanpa dipertimbangkan, alias semaunya sendiri. Ia tidak berfikir apakah perkataannya itu benar atau salah, berguna atau tidak berguna, asal ngomong saja.
c.        Tidak mau dianggap bodoh, meskipun sebenarnya bodoh.
d.       Selalu ingin dipuji-puji.

H.     Klarsfikasi Ilmu menurut ulama islam.
                        Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
                                    Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
            “Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu AL hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
                                    Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut ,seprti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
                                    Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudinmengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
            “Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
            “Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “ (1979 : 84)
                                    Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
                                    Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldunyang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1)      Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.
2)      Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
                                    bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi Ilmu aqliyah , dan Ilmu naqliyah.
            Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
            “Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
                                    Dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan sunnah Rasul.
                                    Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu : 1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1)      Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2)       Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3)      Al maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif
            Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1). Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .
                                    Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli


I          Godaan Orang Berilmu
                        Jangan disangka bahwa seseorang yang berilmu sudah otmatis terlindungi dari kebodohan dan terlepas dari godaan. Meskipun orang berilmu berada di tingkatan yang lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain, ia juga tetap menghadapi godaan yang tidak kalah besar. Bahkan godaan orang yang berilmu jauh lebih besar dibandingkan godaan orang-orang selainnya. Begitu pula dalam akibatnya, bila ia berhasil maka jadilah ia orang yang paling takut [dekat] di sisi Allah.“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” [QS. Al-Fathir: 28]. Dan sebaliknya, ketika ia gagal dalam menghadapi godaan, maka ia hanya menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dia jugalah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW sebagai manusia selain Dajjal lebih ditakuti –karena sangat halus geraknya– dari pada Dajjal itu sendiri. Rasul SAW ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulallah?” “Mereka adalah ulama-ulama yang jahat (‘ulama’ al-su’i).”  (Muslim: 5/145).

Apa saja godaan orang berilmu?

         Yang pertama adalah harta benda atau duniawi.
          Ini adalah cobaan yang paling ringan. Orang yang berilmu seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang menyulitkan. Ketika seseorang menjadi ilmuwan, maka dengan sendirinya harta dunia itu datang. Kesempatan orang yang berilmu dalam mendapatkan dunia lebih besar daripada orang yang tidak berilmu. Di sinilah orang yang berilmu digoda. Apakah ilmu yang dimilikinya bisa menagtur nafsu syahwatnya [yang cenderung pada dunia]? Ataukah sebaliknya, nafsu syahwatnyalah yang menjadi pengatur ilmunya?

Apakah yang terakhir ini bisa terjadi pada orang yang berilmu? Bagaimana bisa?

          Memang tidak salah bila orang berilmu mendapatkan harta dunia dari ilmu-ilmunya. Tidak salah bila seorang dokter mendapatkan upahnya. Pun tidak salah bagi seorang guru/dosen mendapatkan bisyarahnya. Namun yang disalahkan adalah bila ilmu dijadilakn legitimasi dari keinginan-keinginan duniawinya. Yang salah adalah dokter yang menyalahgunakan keilmuannya demi sejumlah rupiah. Yang berbahaya adalah ulama/ilmuwan/cendekiawan yang memanfaatkan kedalaman ilmu [baca penegtahuan] nya demi sejumlah harta. Kalau apa yang dibuat oleh dokter dalam penyahgunaannya mungkin menyebabkan malpraktek, atau paling parah bisa menyebabkan kematian fisik manusia, maka kesalahan ulama terhadap penyalahgunaan ilmunya bisa lebih berbahaya dari sekedar kematian fisik. Kesalahan bisa menyebabkan kebingungan umat serta menjadi penyulut para hamba Allah untuk bermaksiat kepada-Nya. Yang paling berbahaya adalah tingkah ulama ini bisa juga menghancurkan akidah umat. Hal tersebut bisa terjadi hanya karena kecenderungannya pada harta benda.

         Godaan yang kedua adalah kehormatan dan nama baik di mata makhluk.
          Ini adalah penyakit jiwa. Mungkin saja orang berilmu terhindar dari godaan harta yang hina karena ketampakannya, maka ia tidak begitu saja lepas dari godaan kedua yang halus ini. Ia adalah godaan yang lembut dalma jiwa manusia. Kecenderungan orang yang berilmu setelah penguasaan yang mendalam dalam keilmuan adalah keinginan untuk dihormati. Ia merasa berhak dengan penghormatan semua makhluk karena ketinggian ilmunya.
          Bila cinta/gila hormat dari makhluk ini dibiarkan begitu saja, maka orang berilmu akan terjangkit pada penyakit ketiga yang paling berbahaya, yaitu kesombongan. Pada godaan ini, orang berilmu memang tidak lagi berhadapan dengan harta dunia. Mungkin saja ia berhasil melewati harta dunia. Tapi kesombongan adalah hal yang sangat halus yang masuk ke dalam jiwa manusia. Bila orang yang berilmu lengah sedikit saja, ia akan dimasuki rasa ini. “Bahwa akulah orang yang paling berilmu. Bahwa akulah orang yang paling dekat di sisi Allah. Tidak ada orang yang lebih alim dariku.” Begitu kira-kira godaan yang ada di dalam hatinya.
          Akibatnya, ia akan menyepelekan orang lain, mengaggap orang lain lebih bodoh dan rendah, serta enggan menolak apa yang datang dari orang lain, walau itu suatu yang benar. Ia mengaggap bahwa ia adalah segala-galanya, yang lebih mengetahui dan memahami setiap sesuatu dibanding lainnya.

         Pada tahap yang lebih berbahaya adalah penolakan orang berilmu pada keberadaan Allah dan kenyataan akan kebesaran-Nya.
          Ia tiada segan untuk menafikan Allah dalam kehidupannya. Ia hanya mengagungkan ilmunya. Ia lupa kepada Sang Pemberi ilmu, Sang Mahatahu. “Kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanya karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Al-Zumar: 49]. Na’udzubillah. Padahal, apa yang diketahui oleh manusia hanyalah setetes dari luasnya samudera pengetahuan Allah.

Sejatinya, ilmu adalah perantara yang menagntarkan kita semua pada kedekatan kepada-Nya. Itu pula yang diisyaratkan oleh al-Qur`an. Karena tujuan sejati dalam pencarian ilmu adalah pendekatan kepada-Nya. Orang yang berilmu adalah orang yang paling bertakwa. Dan barang siapa yang bertakwa maka Allah akan lebih mencurahkan ilmu-Nya. [QS. Al-Baqarah: 282]. Bukan harta, kehormatan, maupun kesombongan yang diharapkan dari orang-orang yang berilmu.

Maka, marilah kita menjadi padi, semakin berisi ia akan semakin merunduk. Semakin berilmu sudah semestinya membawa kita pada ketundukan kepada Allah, serta membawa kita pada kesadaran pada kita tidak ada apa-apanya dibanding kekuasaan Allah. Ilmu kita tidak ada bandingannnya dengan ilmu Allah, bahkan seujung kuku pun. Ya Allah, zidni ilman warzuqni fahman.

J.     Tanda-tanda orang yang berilmu
1.       Mengamalkan ilmunya, mendapatkan berkahnya ilmu, dan ikhlas demi mengharap ridha Tuhannya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
2.       Bermanfaat bagi manusia lain, memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sekitarnya, menyebarkan ilmunyadan tidak menyembunyikannya untuk dirinya sendiri.
3.       Zuhud terhadap dunia, senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari hal-hal yang fana dan dikaruniai kebahagiaanyang kekal di akhirat kelak.
4.       Berakhlak mulia, berkepribadian agung, dan jauh dari cela.
5.       Memiliki semangat yang tinggi dalam menilis, mendidik generasi, an melakukan perbaikan.
6.       Membuang jauh-jauh taklid, dan hanya bersandar pada Al-Qur’an dan as-sunah.
7.       Memahami hakikat, mengenal tujuan-tujuan syariat, dan mengetahui rahasia-rahasia syariat.
8.       Bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan hak dan berusaha keras mengungkap kebenaran.
9.       Menjauhi perkataan yang kotor dan tercela, serta meninggalkan hadis-hadis yang palsu.
10.   Sabar menghadapi cobaan, lapang dada saat dijauhi orang, dan rendah hati dalam segala keadaan.
11.   Memahami realitas dan perkembangan zaman, serta ikut serta berjuang di dalamnya.


K.    Sikap-sikap Yang dimiliki Oleh Orang Yang Berilmu
                        Allah berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS Az Zumar: 9)
                        Beruntunglah orang-orang yang mau merenungi ayat-ayatNya dan mau mengambil pelajaran darinya. Sesungguhnya sebaik-baik nasehat adalah Kitabullah, barangsiapa mau mengikuti nasehat didalamnya sungguh ia telah beruntung dan selamat. Lewat tulisan yang ringkas ini kami berusaha mengajak pembaca semua untuk sedikit merenungi dan mengambil faedah dari firman Allah ayat kesembilan dari surat Az Zumar diatas.
                        Keutamaan ilmu dan Ahli Ilmu Penulis yakin telah banyak yang mengetahui bahwa ayat diatas adalah salah satu diantara dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Dalam ayat yang mulia ini Allah menyuruh Rasulullah untuk bertanya “Apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?”. Ini adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah pasti beda orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengatahui, orang yang berilmu dan yang tidak berilmu. Jangankan manusia, hewan saja berbeda antara yang berilmu dan yang tidak berilmu
                                Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin membawakan dan menjelaskan ayat diatas di awal bab “Keutamaan Ilmu” dalam “Kitabul Ilmi” beliau. Diantaranya beliau berkata, “Tidak sama orang yang berilmu dan tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, yang melihat dengan yang buta. Ilmu adalah cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk, yang denganya manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dengan ilmu Allah mengangkat/melebihkan siapa yang dikehendakinya dari para makhluqNya. Allah berfirman, Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al Mujadalah: 11)…” [kitabul Ilmi, hal 13]
                        Sikap seorang yang berilmu Salah satu faedah yang berharga dari ayat diatas adalah “Hendaknya seorang yang berilmu tidak seperti orang-orang yang tidak berilmu”. Ironisnya kita dapati banyak orang yang bertahun-tahun menuntut ilmu atau bahkan orang-orang yang menisbahkan dirinya dengan “ahli ilmu” tetapi akhlak, perilaku maupun amalannya tidak menunjukkan ilmu yang dimiliki. Berikut beberapa sikap yang hendaknya dimiliki seorang yang berilmu:

1)      Sikap terhadap diri sendiri
Seorang yang berilmu hendaknya dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan baik. Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Rasulullah bersabda, Bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah [HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah]. Jangan sampai ia menyerupai orang-orang yang tidak memiliki ilmu yang suka melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan melakukan hal-hal yang merugiakan dirinya sendiri. Padahal Rasulullah bersabda, Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya [Tirmidzi (2318), Ibnu Majah (3976), Dihasankan oleh Tirmidzi]. Selain itu, hendaknya seorang yang berilmu hendaknya ia menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Jangan sampai ia menyerupai perangai orang-orang yang tidak berilmu, kolot, kasar, suka debat kusir dan lainnya. Hendaknya ia menjadi orang yang arif, bijaksana, hati-hati dan berbagai perangai yang baik lainnya yang mencerminkan ilmu yang ia miliki.
2)      Sikap terhadap Tuhannya
Seorang yang berilmu hendaknya ia semakin dekat dengan Tuhannya dan semakin takut dariNya. Allah berfirman :
ﺇِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (QS. Al Fathir: 28)
Kedekatan seseorang dengan Tuhannya tercermin pada amalannya. Seorang yang berilmu hendaknya dia giat melakukan ibadah dan amalan lainnya baik yang sunnah maupun yang wajib. Jangan menjadi orang yang menjadikan ilmu hanya sebagai wawasan, tanpa ada kemauan untuk mengamalkannya. Jika bermalasan dalam beramal lalu apa bedanya dengan yang tidak berilmu. Dan itulah sifatnya orang yahudi, berilmu tetapi tidak diamalkan.
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
من عمل بما علم اورثه الله علم ما لم يعلم
Artinya: “Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui maka Allah menganugerahinya ilmu yang ia belum ketahui.”
Dan hal ini juga dikuatkan dengan FirmanNya,
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Artinya:”Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)

3)      Sikap terhadap orang lain
Seorang yang berilmu hendaknya dapat menempatkan diri saat berinteraksi dengan orang lain.Baik beinteraksi dengan yang lebih tua maupun lebih muda, dengan yang lebih berilmu maupun dengan orang-orang awam. Dia dapat menempatkan dirinya saat bergaul dengan sesama penuntut ilmu, dengan gurunya, maupun dengan orang-orang yang jahil. Diantara sikap seorang yang berilmu terhadap orang lain adalah tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki. Alangkah indahnya pepatah yang mengatakan “Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk”. Seorang yang memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu ia akan semakin tawadhu’ seiring bertambah ilmu yang ia miliki. Ia sadar bahwa ia menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan pada dirinya dan orang lain, bukan sekedar untuk sok atau bangga-banggaan dengan ilmu yang dimiliki.

4)      Sikap terhadap Agamanya
Seorang yang berilmu memiliki ghirah (kecenderungan) yang tinggi terhadap agamanya. Ia berada dibarisan terdepan dalam dakwah dan memperjuankan Agamanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa agama tidak mungkin tegak kecuali dengan dua hal: Ilmu (petunjuk) dan Pedang (perang). Dan itulah jalan para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang mengikuti mereka, mereka mendakwahkan ilmu yang mereka miliki. Allah berfirman,
قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Artinya:Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah denganhujjah yg nyata...

L.      Perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
                        Orang yang berilmu disebut orang yang alim.dan orang yang tidak berilmu dikatakanl jahil atau bodoh,seorang alim dpt memberikan jalan bagi orang yang berada di jalan kegelapan , sedangkan orang yang jahil bisa menyesatkan jalan seseorang.maka,orang alim tentu saja tidak sama dengan orang yang jahil.
Perbedaan orang berilmu dan tidak berilmu
NO
Orang Berilmu
Orang Tidak Berilmu
1
Banyak Pengetahuan
Sedikit Pengetahuan
2
Dapat Memimpin
Selalu dipimpin
3
Dihormati
Cenderung Dihina
4
Cenderung Bijaksana
Cenderung Kaku
5
Besar Kemungkinan Kaya
Kecil Kemungkinan Kaya
6
Mudah Mengatasi Masalah
Mudah Putus-asa
7
Cenderung Toleransi
Cenderung Fanatik
8
Sukar Ditipu
Mudah Dikelabui
9
Cenderung Dapat Mengendalikan Diri
Sering Lepas Kontrol
10
Berwawasan Luas
Berpandangan Sempit
11
Kebanyakan Pribadinya Tenang
Kebanyakan Pribadinya Resah
12
Berperadaban Maju
PEradabannya Terbelakang
13
Jiwanya Stabil
Jiwanya Labil
14
Punya Pendirian
Sering Ikut-ikutan
15
Mengandalkan Otak (akal)
Mengandalkan Otot (tenaga)
16
Cenderung Idealis
Cenderung Materialis
17
Mudah mendapat Petunjuk
Sukar Menerima Petunjuk
18
Peringatan Cukup Dengan Sindiran
Baru Mempan dengan Sanksi Fisik
19
Cenderung Berani dan Tanggung-jawab
Penakut dan Tak Bertanggung-Jawab
20
Percaya Diri
Tidak Percaya Diri
21
Berfikir dan Bertindak Kalkulatif
Berfikir Seadanya, Ceroboh dalam Bertindak
22
Cenderung Rasional
Cenderung Emosional





M.    Kemuliaan yang diberikan kepada Orang yang Berilmu
1)    Derajat Tinggi Di Sisi Allah SWT
2)    Rasa Takut Pada Allah SWT
3)    Lebih Mulia Daripada Malaikat
4)    Keberadaannya Seperti Cahaya
5)    Masuk Golongan Orang Yang Baik
6)    Mudah Menuju Surga

  N.  Cara Membiasakan Berperilaku Berilmu dalam Kehidupan Sehari-hari
1)         Tanamkan keimanan dan ketaqwaan yang kuat dalam hati agar hidup selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah swt.
2)         Tumbuhkan sikap cinta ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu yang alam agar tumbuh pula semangat belajar yang tinggi, tekun, rajin dan ulet dalam belajar.
3)         Jadikan buku sebagai sahabat tempat bertanya dan menimba ilmu pengetahuan dengan cara membacanya secara cermat dan teratur
4)         Hadapi segala sesuatu dengan sikap objektif, rasional dan kepala dingin, sehingga tidak terbawa oleh hawa napsu yang cenderung mendatangkan kerugian dan malapetaka
5)         Berdoalah kepada Allah swt. Agar diberi kekuatan untuk menjadi orang yang berilmu.




BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Seorang yang berilmu dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan baik. Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Orang berilmu juga memiliki rasa tanggung jawab diri kepada Tuhannya, karena dia merasa bahwa dia hanya seoranga hamba, orang yang berilmu juga mampu berperilaku dan bergaul terhadap sesame manusia dengan baik, seorang yang berilmu juga sangat antusias dalam memperjuangkan dan membela agamanya.
Allah SWT pun memberikan Kemuliaan kepada Orang yang Berilmu yaitu : Derajat Tinggi Di Sisi Allah SWT, Rasa Takut Pada Allah SWT, Lebih Mulia Daripada Malaikat, Keberadaannya Seperti Cahaya,Masuk Golongan Orang Yang Baik,Mudah Menuju Surga.

B.      SARAN
Berikut saran-saran yang penulis tuaikan dalam tulisan ini sebagai evaluasi penulis sendiri dan semoga bermanfaat bagi para pembaca. Saran yang penulis ajukan yaitu:  kita sebagai pelajar harus dapat memanfaatkan waktu yang singkat ini guna menuntut ilmu sebanyak-banyaknya, seperti pepatah mengatakan “ Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri Cina “ filosofi itu menandakan bahwa selagi kita masih mampu mencari ilmu gapailah walaupun ilmu yang kita cari berada jauh dari jangkauan kita.
Demikian makalah yang kami tulis sekiranya mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kami hanya pelajar yang miskin ilmu , kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa mendatang sangat kami harapkan. Terima kasih.



0 komentar

Post a Comment